Agus Suhartono |
CEKAU.COM-Kasus penganiayaan sejumlah wartawan di Riau, hingga kini semakin panas. Melalui aksi demo, jurnalis ini mendesak agar Komandan Lapangan Udara TNI AU Roemin Noerjadin Pekanbaru, Kolonel (Pnb) Bowo Budiarto dicopot dari jabatannya. Pasalnya, kolonel ini dinilai tidak bertanggungjawab atas insiden penganiayaan wartawan, saat meliput jatuhnya pesawat Hawk 200, Selasa (16/10).
Aksi kekerasan, dilakukan saat wartawan meliput dengan perampasan kamera dengan paksa, lalu file-file dalam kameran dihapus oleh oknum prajurit TNI AU, membuat sejumlah kalangan kecewa. Apalagi hal ini sudah melanggar Undang-undang No 40 tahun 1999.
Pantauan di lapangan, massa bergerak dari kantor PWI Riau Jalan Sumatera Pekanbaru, dengan berjalan kaki. Ratusan wartawan bergerak menuju Tugu Zapin, tepat di depan kantor Gubernur Riau di Jalan Jenderal Sudirman.
Setelah itu, mereka bergerak ke gedung DPRD Riau dengan sepeda motor. Puluhan poster bertuliskan 'Copot Danlanud', 'Copot KSAU', 'Mahmil-kan Letkol Robert Simanjuntak (diduga pelaku penganiayaan terhadap wartawan).
DPRD akan Panggil Lanud
Di Gedung DPRD Riau, mereka langsung berorasi mengutuk tindakan kekerasan terhadap wartawan oleh prajurit TNI AU dan mendesak penyelesaian secara hukum. Bahkan, sempat terdengar agar Kolonel (Pnb) Bowo Budiarto dicopot dari jabatan Danlanud Roemin Noerjadin Pekanbaru.
Desakan pencopotan Bowo ini diteriakkan berulang-ulang. Menurut mereka, Kolonel Bowo adalah orang yang paling bertanggungjawab atas tragedi penganiayaan wartawan. Bahkan, Bowo juga dinilai tidak profesional dalam menyikapi kasus ini.
"Dia (Bowo, red) harus mempertanggungjawabkan kelakuan anakbuahnya. Dia (Bowo, red) harus dicopot!," teriak Syahnan Rangkuti, koordinator aksi.
Datangangi POM TNI AU
Usai berdemo di DPRD Riau, para jurnalis mendatangi Kantor POM TNI-AU di Lanud Roemin Noerjadin Pekanbaru untuk membuat BAP penganiayaan terhadap wartawan tersebut. Mereka didampingi pengacara Suhartono SH.
Setelah menunggu satu jam, wartawan yang menjadi korban penganiayaan prajurit TNI AU itu mulai diperiska penyidik POM TNI AU. Pemeriksaan dimulai setelah wartawan lainnya sepakat meninggalkan markas POM untuk memberikan ketenangan kepada penyidik.
"Kami berharap kasus ini tuntas dan pelakunya dihukum setimpal, agar ke depan tidak terjadi lagi kekerasan terhadap wartawan," Syahnan.
Ada 11 wartawan menjadi korban kekerasan personil TNI AU saat meliput jatuhnya pesawat Hawk 200 tersebut. Namun hanya tiga yang resmi membuat laporan POM. Ketiganya, adalah tindak kekerasan terhadap Didik Herwanto yang terdokumentasi dengan baik. Fahri Rubianto atau Robi, kameramen RTV berhasil mengabadikan momen brutal Letkol Robert S Simanjuntak itu.
Minta Maaf
Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, akhirnya turut bicara. Selaku pimpinan, ia mengaku prihatin atas tragedi tersebut dan meminta maaf. "Selaku pimpinan TNI, saya mohon maaf kepada media massa kepada wartawan khususnya yang terlibat situasi tersebut," akunya di kantor Presiden Jakarta, kepada wartawan, Rabu (17/10).
Agus menegaskan aparat yang memukul dan mencekik leher wartawan itu untuk ditindaklanjuti proses hukum. "Kalau soal penegakan hukumnya ditindaklanjuti dan saya tidak boleh mencampuri," tegasnya.*
Aksi kekerasan, dilakukan saat wartawan meliput dengan perampasan kamera dengan paksa, lalu file-file dalam kameran dihapus oleh oknum prajurit TNI AU, membuat sejumlah kalangan kecewa. Apalagi hal ini sudah melanggar Undang-undang No 40 tahun 1999.
Pantauan di lapangan, massa bergerak dari kantor PWI Riau Jalan Sumatera Pekanbaru, dengan berjalan kaki. Ratusan wartawan bergerak menuju Tugu Zapin, tepat di depan kantor Gubernur Riau di Jalan Jenderal Sudirman.
Setelah itu, mereka bergerak ke gedung DPRD Riau dengan sepeda motor. Puluhan poster bertuliskan 'Copot Danlanud', 'Copot KSAU', 'Mahmil-kan Letkol Robert Simanjuntak (diduga pelaku penganiayaan terhadap wartawan).
DPRD akan Panggil Lanud
Di Gedung DPRD Riau, mereka langsung berorasi mengutuk tindakan kekerasan terhadap wartawan oleh prajurit TNI AU dan mendesak penyelesaian secara hukum. Bahkan, sempat terdengar agar Kolonel (Pnb) Bowo Budiarto dicopot dari jabatan Danlanud Roemin Noerjadin Pekanbaru.
Desakan pencopotan Bowo ini diteriakkan berulang-ulang. Menurut mereka, Kolonel Bowo adalah orang yang paling bertanggungjawab atas tragedi penganiayaan wartawan. Bahkan, Bowo juga dinilai tidak profesional dalam menyikapi kasus ini.
"Dia (Bowo, red) harus mempertanggungjawabkan kelakuan anakbuahnya. Dia (Bowo, red) harus dicopot!," teriak Syahnan Rangkuti, koordinator aksi.
Datangangi POM TNI AU
Usai berdemo di DPRD Riau, para jurnalis mendatangi Kantor POM TNI-AU di Lanud Roemin Noerjadin Pekanbaru untuk membuat BAP penganiayaan terhadap wartawan tersebut. Mereka didampingi pengacara Suhartono SH.
Setelah menunggu satu jam, wartawan yang menjadi korban penganiayaan prajurit TNI AU itu mulai diperiska penyidik POM TNI AU. Pemeriksaan dimulai setelah wartawan lainnya sepakat meninggalkan markas POM untuk memberikan ketenangan kepada penyidik.
"Kami berharap kasus ini tuntas dan pelakunya dihukum setimpal, agar ke depan tidak terjadi lagi kekerasan terhadap wartawan," Syahnan.
Ada 11 wartawan menjadi korban kekerasan personil TNI AU saat meliput jatuhnya pesawat Hawk 200 tersebut. Namun hanya tiga yang resmi membuat laporan POM. Ketiganya, adalah tindak kekerasan terhadap Didik Herwanto yang terdokumentasi dengan baik. Fahri Rubianto atau Robi, kameramen RTV berhasil mengabadikan momen brutal Letkol Robert S Simanjuntak itu.
Minta Maaf
Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, akhirnya turut bicara. Selaku pimpinan, ia mengaku prihatin atas tragedi tersebut dan meminta maaf. "Selaku pimpinan TNI, saya mohon maaf kepada media massa kepada wartawan khususnya yang terlibat situasi tersebut," akunya di kantor Presiden Jakarta, kepada wartawan, Rabu (17/10).
Agus menegaskan aparat yang memukul dan mencekik leher wartawan itu untuk ditindaklanjuti proses hukum. "Kalau soal penegakan hukumnya ditindaklanjuti dan saya tidak boleh mencampuri," tegasnya.*
0 komentar:
Posting Komentar