CEKAU.COM-Petualangan tim inovasi SMA 2 Bangkinang meninggalkan jejak. Bahwa, alam tetap memberikan sejuta misteri agar manusia lebih mengedepankan akal untuk berpikir. Inilah yang dibaca oleh komunitas kecil, penduduk yang tinggal di tengah hutan larangan itu.
Perjalanan panjang yang dilakoni tim inovasi, selama 10 hari itu, bukanlah tak berwujud. Apalagi penemuan obyek wisata di Kecamatan Lipat Kain dan Koto, Kampar Hulu, 2010 lalu, itu tetap menjadi pengalaman yang berharga bagi khalayak ramai. Namun, tak semua yang dilalui itu memberikan angin segar. Banyak umpat atau pun cela.
"Petualangan kami ini dimulai dari niat. Bahwa pelestarian alam dan hutan itu harus dilakukan secara bersinambungan. Banyak bekal yang didapat namun tak sedikit yang menilai hal ini biasa-biasa saja. Tapi kami tetap melakukan petualangan ini lagi," sebut Kepala Sekolah SMA 2 Bangkinang, Drs Abdul Latif, saat menceritakan kisahnya setelah penemuan tujuh air terjun dan gua di Kabupaten Kampar.
Urainya lelaki yang disapa Allatif kepada Metro Riau, juga mengisahkan soal peradaban di sebuah pemukiman penduduk yang belum terjamah. Mengenakan pakaian ala kadarnya, dan berbicara masih dalam komunitas terbatas. Ada isyarat diberikan. Ada petuah yang ditunjuk.
Ini pun diamini Datuk Dalang, tokoh asal Tapung, Kampar mengingatkan bahwa peradaban dalam komunitas kecil dan tersembunyi diakui sulit untuk menerima keadaan yang hampa. Mungkin semua harus dilalui dengan hati yang lapang, bukan sekedar ruang, atau dinding yang membatasi sesak yang terkekang.
"Ini bentuk kerinduan yang menyeluruh kesunyian, mesti harus menggapai waktu yang kian terentang. Ada kalanya semua harus menutup mata dengan tujuan. Inilah yang yakini penduduk itu," kata lelaki yang disapa Encik ini kepada Metro Riau.
Datuk menyebut, adakalanya hidup harus dijujai, dengan bentuk yang tak terbuai. Kini adakah waktu menemani dalam diam yang sunyi. Masih terentang panjang. Mengapa ada ruang, mengapa ada peran yang harus dibuang, atau tak sedap untuk di berikan dengan uang? "Semua tahu. Masih ada rentang itu pada alam. Hingga mereka dapat meraih mimpi itu dalam sunyi yang diam," nukilnya.
Bukan keprihatinan itu yang menyebabkan mereka telaah, tambah Datuk, apa yang mereka sadari, tiba-tiba, menjadi sebuah petuah dalam hidupnya. "Adalah negeri kita. Keprihatinan seperti halnya kebanggaan, juga kecemasan," ingatnya.
Apalagi keindahan panorama alam tujuh air terjun dan gua yang berhasil ditemukan tim inovasi SMA 2 Bangkinang, meninggalkan jejak untuk embaca alam. Mesti tim tersesat selama 12 jam mencari keindahan, namun rasa penat berjalan kaki menyusuri hutan belantara sudah terobati.
"Bencah itu tak harus dilalui, bila takut berkubang lumpur. Bencah itu sebagai tanda hati, jika ingin hidup terukur. Kini, apakah bencah itu menggurui? Alam tak hendak hidup dalam buaian. Waktu tak harus menuai angan. Mesti goresan hidup telah digariskan. Tinggal menunggu waktu 'kan sampai," petuahnya.*
Perjalanan panjang yang dilakoni tim inovasi, selama 10 hari itu, bukanlah tak berwujud. Apalagi penemuan obyek wisata di Kecamatan Lipat Kain dan Koto, Kampar Hulu, 2010 lalu, itu tetap menjadi pengalaman yang berharga bagi khalayak ramai. Namun, tak semua yang dilalui itu memberikan angin segar. Banyak umpat atau pun cela.
"Petualangan kami ini dimulai dari niat. Bahwa pelestarian alam dan hutan itu harus dilakukan secara bersinambungan. Banyak bekal yang didapat namun tak sedikit yang menilai hal ini biasa-biasa saja. Tapi kami tetap melakukan petualangan ini lagi," sebut Kepala Sekolah SMA 2 Bangkinang, Drs Abdul Latif, saat menceritakan kisahnya setelah penemuan tujuh air terjun dan gua di Kabupaten Kampar.
Urainya lelaki yang disapa Allatif kepada Metro Riau, juga mengisahkan soal peradaban di sebuah pemukiman penduduk yang belum terjamah. Mengenakan pakaian ala kadarnya, dan berbicara masih dalam komunitas terbatas. Ada isyarat diberikan. Ada petuah yang ditunjuk.
Ini pun diamini Datuk Dalang, tokoh asal Tapung, Kampar mengingatkan bahwa peradaban dalam komunitas kecil dan tersembunyi diakui sulit untuk menerima keadaan yang hampa. Mungkin semua harus dilalui dengan hati yang lapang, bukan sekedar ruang, atau dinding yang membatasi sesak yang terkekang.
"Ini bentuk kerinduan yang menyeluruh kesunyian, mesti harus menggapai waktu yang kian terentang. Ada kalanya semua harus menutup mata dengan tujuan. Inilah yang yakini penduduk itu," kata lelaki yang disapa Encik ini kepada Metro Riau.
Datuk menyebut, adakalanya hidup harus dijujai, dengan bentuk yang tak terbuai. Kini adakah waktu menemani dalam diam yang sunyi. Masih terentang panjang. Mengapa ada ruang, mengapa ada peran yang harus dibuang, atau tak sedap untuk di berikan dengan uang? "Semua tahu. Masih ada rentang itu pada alam. Hingga mereka dapat meraih mimpi itu dalam sunyi yang diam," nukilnya.
Bukan keprihatinan itu yang menyebabkan mereka telaah, tambah Datuk, apa yang mereka sadari, tiba-tiba, menjadi sebuah petuah dalam hidupnya. "Adalah negeri kita. Keprihatinan seperti halnya kebanggaan, juga kecemasan," ingatnya.
Apalagi keindahan panorama alam tujuh air terjun dan gua yang berhasil ditemukan tim inovasi SMA 2 Bangkinang, meninggalkan jejak untuk embaca alam. Mesti tim tersesat selama 12 jam mencari keindahan, namun rasa penat berjalan kaki menyusuri hutan belantara sudah terobati.
"Bencah itu tak harus dilalui, bila takut berkubang lumpur. Bencah itu sebagai tanda hati, jika ingin hidup terukur. Kini, apakah bencah itu menggurui? Alam tak hendak hidup dalam buaian. Waktu tak harus menuai angan. Mesti goresan hidup telah digariskan. Tinggal menunggu waktu 'kan sampai," petuahnya.*
Baca Edisi yang Lain:
Petualangan Misteri Penemuan Air Terjun dan Gua di Kampar (Kisah Nyata)
- Ada Tempat Pemandian Putri Raja di Tengah Hutan Rimba
- Di Dalam Gua Ditemukan Tempat Tidur Putri Raja
- Saat Mengambil Foto, Tiba-tiba Kamera Mati
- Tersesat Selama 12 Jam di Hutan Belantara
- Anggrek Raksasa Berdiamater 1 Meter Lepaskan Rasa Penat
0 komentar:
Posting Komentar