Penambangan Pasir di Kampar |
CEKAU.COM-Sejumlah khalangan menilai, penambangan galian C di Sungai Kampar, Kabupaten Kampar meningkat akhir-akhir ini. Padahal, biota sungai, objek wisata dan sumber air menjadi rusak dan tercemar akibat penambangan tersebut. Bahkan, komitmen pemerintah terkait semangat MDGs pun dipertanyakan.
Anggota DPRD Kampar, Miswar Pasai merisaukan adanya sejumlah penambangan galian C, terkait pengambilan agregat batu kerikil dan pasir di Sungai Kampar, yang membuat ekosistem Sungai Kampar tercemar dan rusak.
"Ekosistem Sungai Kampar menjadi rusak dan tercemar akibat penambangan tersebut. Diharapkan semua pihak memperhatikan hal ini secara serius" ungkapnya, di Bangkinang, Selasa (30/10/2012).
Miswar juga menyesalkan sikap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kampar yang terkesan tidak peduli terhadap lingkungan. "Jika Pemkab Kampar hanya memikirkan PAD dan dengan mudah mengeluarkan izin penambangan galian C, tanpa melihat dampaknya, hal ini arus diluruskan kembali. Karena yang pertama merasakan dampak buruknya adalah masyarakat yang tinggal di sepanjang Sungai Kampar," tegasnya.
Miswar juga menyesalkan sikap Pemkab Kampar terkesan tidak peduli dengan lingkungan. Hal ini dinilainya, terkait mudahnya keluar izin penambangan galian C. Untuk itu, pihaknya menekankan agar praktek penambangan galian tanpa izin atau memiliki izin, hendaknya bisa disikapi pemerintah dengan bijak.
"Karena persoalan dari adanya galian C illegal tersebut, bukan hanya persoalan izin atau dokumen semata, tetapi lebih mengedepankan dampak lingkungan yang ditimbulkan," tegasnya.
Saat ini, tambah Miswar, di sepanjang Daerah aliran sungai (DAS) Kampar bisa dikatakan sudah rusak akibat galian C ini. "Perhatikan sajalah tebing sungai sepanjang sungai Kampar dari XIII koto Kampar sampai ke Terantang di Kecamatan Tambang sudah punah-ranah," tegasnya.
Pantauan di lapangan dan disebutkan warga, aku Miswar, bahwa abrasi Sungai Kampar sudah mencapai puluhan kilometer. Terparah ditemukan di sepanjang sungai dari Kecamatan Tambang sampai XIII Koto Kampar. Dan semua itu disebabkan galian C.
"Galian C yang dilakukan dengan mengeruk dari daratan maupun yang mengambil batuan dari sungai dengan menggunakan mesin isap," ungkapnya.
Semangat MDGs Dipertanyakan
Pareng Rengi, Pemerhati Lingkungan Riau kepada sejumlah wartawan, Selasa (30/10/2012), bahwa dampak terburuk pada penambangan galian C adalah rusaknya ekosistem di sekitar DAS. Sebut saja, biota sungai dan habitat yang mendiami wilayah tersebut akan beransur-angsur pupus.
"Saat ini yang harus dipertimbangkan adalah ekosistem dan lingkungan akan terputus akibat penambangan galian C. Pemkab Kampar melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) harus mengedepankan terciptanya pembangunan lingkungan secara berkelanjutan," terangnya.
Pengajar Universitas Riau (UR) ini, juga menilai, dampak yang terburuk penambangan tersebut adalah melangkahi semangat dari sasaran dan tujuan pembangunan Millennium Development Goals (MDGs), sebagai Deklarasi Milenium dari 189 kepala negara yang melakukan kesepakatan di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Kesepatakan tersebut juga diterima Indonesia yang menargetkan pada MDGs pada 2015.
"Nah, semangat MDGs yang diciptakan Indonesia pada 2015 tersebut harus tercapai. Salah satu kesepakatan pada Deklarasi Milenium adalah memastikan kelestarian lingkungan hidup. Bahkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat," terangnya.
Pareng pun menambahkan, bahwa penambangan galian C tanpa izin sudah melanggar undang-undang No 32 Tahun 2009, tentang Lingkungan Hidup, pasal 1 butir ke 2 berbunyi 'Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum'.
Untuk itu, Pareng meminta agar seluruh stakeholders harus peduli dan memperhatikan ekosistem lingkungan ini sedini mungkin.*
Anggota DPRD Kampar, Miswar Pasai merisaukan adanya sejumlah penambangan galian C, terkait pengambilan agregat batu kerikil dan pasir di Sungai Kampar, yang membuat ekosistem Sungai Kampar tercemar dan rusak.
"Ekosistem Sungai Kampar menjadi rusak dan tercemar akibat penambangan tersebut. Diharapkan semua pihak memperhatikan hal ini secara serius" ungkapnya, di Bangkinang, Selasa (30/10/2012).
Miswar juga menyesalkan sikap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kampar yang terkesan tidak peduli terhadap lingkungan. "Jika Pemkab Kampar hanya memikirkan PAD dan dengan mudah mengeluarkan izin penambangan galian C, tanpa melihat dampaknya, hal ini arus diluruskan kembali. Karena yang pertama merasakan dampak buruknya adalah masyarakat yang tinggal di sepanjang Sungai Kampar," tegasnya.
Miswar juga menyesalkan sikap Pemkab Kampar terkesan tidak peduli dengan lingkungan. Hal ini dinilainya, terkait mudahnya keluar izin penambangan galian C. Untuk itu, pihaknya menekankan agar praktek penambangan galian tanpa izin atau memiliki izin, hendaknya bisa disikapi pemerintah dengan bijak.
"Karena persoalan dari adanya galian C illegal tersebut, bukan hanya persoalan izin atau dokumen semata, tetapi lebih mengedepankan dampak lingkungan yang ditimbulkan," tegasnya.
Saat ini, tambah Miswar, di sepanjang Daerah aliran sungai (DAS) Kampar bisa dikatakan sudah rusak akibat galian C ini. "Perhatikan sajalah tebing sungai sepanjang sungai Kampar dari XIII koto Kampar sampai ke Terantang di Kecamatan Tambang sudah punah-ranah," tegasnya.
Pantauan di lapangan dan disebutkan warga, aku Miswar, bahwa abrasi Sungai Kampar sudah mencapai puluhan kilometer. Terparah ditemukan di sepanjang sungai dari Kecamatan Tambang sampai XIII Koto Kampar. Dan semua itu disebabkan galian C.
"Galian C yang dilakukan dengan mengeruk dari daratan maupun yang mengambil batuan dari sungai dengan menggunakan mesin isap," ungkapnya.
Semangat MDGs Dipertanyakan
Pareng Rengi, Pemerhati Lingkungan Riau kepada sejumlah wartawan, Selasa (30/10/2012), bahwa dampak terburuk pada penambangan galian C adalah rusaknya ekosistem di sekitar DAS. Sebut saja, biota sungai dan habitat yang mendiami wilayah tersebut akan beransur-angsur pupus.
"Saat ini yang harus dipertimbangkan adalah ekosistem dan lingkungan akan terputus akibat penambangan galian C. Pemkab Kampar melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) harus mengedepankan terciptanya pembangunan lingkungan secara berkelanjutan," terangnya.
Pengajar Universitas Riau (UR) ini, juga menilai, dampak yang terburuk penambangan tersebut adalah melangkahi semangat dari sasaran dan tujuan pembangunan Millennium Development Goals (MDGs), sebagai Deklarasi Milenium dari 189 kepala negara yang melakukan kesepakatan di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Kesepatakan tersebut juga diterima Indonesia yang menargetkan pada MDGs pada 2015.
"Nah, semangat MDGs yang diciptakan Indonesia pada 2015 tersebut harus tercapai. Salah satu kesepakatan pada Deklarasi Milenium adalah memastikan kelestarian lingkungan hidup. Bahkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat," terangnya.
Pareng pun menambahkan, bahwa penambangan galian C tanpa izin sudah melanggar undang-undang No 32 Tahun 2009, tentang Lingkungan Hidup, pasal 1 butir ke 2 berbunyi 'Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum'.
Untuk itu, Pareng meminta agar seluruh stakeholders harus peduli dan memperhatikan ekosistem lingkungan ini sedini mungkin.*
0 komentar:
Posting Komentar