Pulau Jemur |
CEKAU.COM-Pengelolaan konservasi penyu hijau di Pulau Jemur, Kepulauan Arwah, Rokan Hilir, Provinsi Riau, sebagai pendekatan kawasan zona perlindungan (konservasi) habitat penyu, saat ini belum optimal. Padahal habitat keberadaan penyu hijau ini terbilang langka. Butuh perhatian serius semua Stakeholder. Mesti pada tahun 2004 lalu, banyak pejabat Riau, termasuk Menteri Kelautan dan Perikanan RI bertandang ke wilayah ini. Hasilnya, kita tahu sama tahu?
Belum optimalnya usaha pengelolaan ini, terbukti adanya fasilitas pendukung untuk pemeliharaan tukik (anak penyu), kini terlihat terbengkalai. Kondisi ini dapat ditemui di Pulau Jemur dan Labuhan Bilik. Dua pulau ini termasuk dalam gugusan Kepulauan Arwah, terdapat bangunan konservasi penyu hijau yang dibangun sejak tahun 2004 lalu.
Kondisi yang memprihatinkan ini dapat terlihat pada bangunan penunjang dan fasilitas pendukung lainnya, seperti bak pembesaran tampak retak-retak dan mulai ambruk. Bahkan rumah pelindung pembesaran tukik (anak penyu) dilakukan secara buatan yang berukuran 6x6 meter, terlihat dalam kondisi tak layak dan menyedihkan. Bila ini dibiarkan berlarut-larut, maka akan berdampak buruk bagi perkembangbiakkan dan pembesaran penyu hijau, baik secara alami maupun buatan, sebagai habitat langka di daerah ini semakin punah-ranah.
"Sebagai pengelolaan konservasi penyu hijau, Kepulauan Arwah ini harus dikelola secara optimal. Ini sebagai upaya mempertahankan keanekaragamanhayati yang harus melibatkan seluruh stakeholders," jelas Pareng Rengi MSi, kepada cekau.com, belum lama ini.
Pareng menjelaskan, bahwa Kepulauan Arwah dijadikan salah satu pusat riset pembesaran tukik dan konservasi bagi habitat penyu hijau maupun ikan. Selain alamnya masih asri, terutama kondisi habitatnya mendukung dalam perkembangbiakan tersebut, juga terdapat konsentrasi fitoplankton pada perairannya yang memadai. Alasan ini pula sehingga Kepulauan Arwah, dapat dijadikan sebagai kawasan konservasi sesuai Keputusan Presiden Nomor 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, dalam pembagian kawasan lindung menjadi 15 kawasan.
Banyak Pejabat Bertandang ke Pulau Jemur
Setelah gugusan Kepulauan Arwah, Kabupaten Rokan Hilir dijadikan sebagai pusat riset dan kawasan pengelolaan konservasi penyu, maka banyak pejabat bertandang ke lokasi tersebut. Termasuk Menteri Kelautan dan Perikanan Prof Rokhmin Damhuri dan Gubernur Riau HM Rusli Zainal MP, beberapa waktu lalu.
Ada kebanggaan atas keberhasilan usaha pembesaran tukik ini. Terutama di lokasi pembesaran secara alami dan buatan di Pulau Jemur. Usaha pembesaran ini, pertama dilakukan sejak 2002 lalu. Dengan fasilitas pendukung yang memadai, dibantu dengan tenaga ahli konservasi, dan tenaga teknis yang handal, maka selama enam tahun, usaha pengelolaan konservasi ini terbilang sukses. Keberhasilan tersebut tak lepas dari keterlibatan seluruh stakeholders.
Penyu Hijau terbilang langka yang ada di pesisir Pulau Jemur |
"Secara teknis, pengelolaan konservasi penyu di Pulau Jemur tetap melibatkan seluruh stakeholders. Tim ahli yang terdiri dari akademisi, pemerhati lingkungan, tim teknis, dan tim navigasi Angakatan Laut Pulau Jemur, saling berkoordinasi satu sama lain," kata Sopyan Hadi MP, Koordinator Tim Pengelolaan Konservasi Pulau Jemur kepada cekau.com.
Alasan itu pula mengapa banyak pejabat menyaksikan keberhasilan usaha pembesaran tukik tersebut. Termasuk bekas Menteri Perikanan dan Kelautan Prof Rokhmin Dahuri, Gubernur Riau HM Rusli Zainal, Bekas Bupati Rokan Hilir Wan Thamrin Hasyim, dan seluruh stakeholders bertandang ke pulau yang termasuk gugusan Kepulauan Arwah ini, pada 2004 lalu.
Saat kunjungan berlangsung, hajatannya diretas cukup sederhana. Mulai dari sambutan, observasi dan berakhir dengan pelepasan ribuan tukik hasil pembesaran alami dan buatan di pantai Pulau Jemur yang berpasir putih.
Dana Terbatas
Kehadiran bekas Menteri Perikanan dan Kelautan Prof Rokhmin Dahuri, Gubernur Riau HM Rusli Zainal, Bekas Bupati Rokan Hilir Wan Thamrin Hasyim, dan seluruh stakeholders di Pulau Jemur, pada 2004 lalu, menunjukkan kepedulian terhadap pengelolaan konservasi penyu di pulau itu.
Keberhasilan tim konservasi dan teknis dalam melakukan pembesaran tukik (anak penyu) di Pulau Jemur, tentu memberikan nilai tersendiri bagi mereka. Intinya, tim bekerja dan tetap mengacu pada tugas dan tanggung jawab serta saling berkoordinasi.
Namun, keberhasilan tersebut tidak berlangsung lama. Pengelolaan konservasi penyu di Pulau Jemur, masih menyisakan keterbatasan dana yang tidak memadai. Selama ini, aktivitas pembesaran tukik yang bersifat lembaga pemerhati lingkungan ini, disokong dari Bappeda Kabupaten Rokan Hilir dan swadaya lembaga sendiri. Beberapa bangunan fisik dan peralatan butuh biaya pemeliharaan.
Sopiyan Hadi (kiri) melihatkan telur penyu hijau |
"Pengelolaan kawasan koservasi penyu di Kepulauan Arwah memang membutuhkan tenaga dan pemikiran. Namun, pengelolaan yang tidak disertai dana yang memadai tentu akan berakhir kegagalan. Pengelolaan ini sifatnya berkesinambungan. Jadi perlu perhatian semua pihak," terang Profesor Usman M Tang, praktisi perikanan dan juga pengajar Univeritas Riau kepada cekau.com.
Hasil data dan investigasi cekau.com, yang disayangkan, justru pengelolaan konservasi penyu di Pulau Labuhan Bilik. Proyek yang ditangani Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, ini terbentuk beberapa tahun setelah melihat kesuksesan pengelolaan konservasi di Pulau Jamur.
Mesti dikelola dan didukung dari Pemerintah Provinsi Riau, namun perkembangan dan pengelolaannya masih menyimpan berbagai pertanyaan dari berbagai kalangan. Terutama, bagi kalangan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, akademisi dan pemerhati lingkungan.
Saat ini kondisi bangunan yang mulai berlumut dan tim yang terlibat dalam pengelolaanya, belum bekerja secara maksimal. Kurangnya koordinasi antar Provinsi Riau-Kabupaten Rokan Hilir dan tidak adanya koordinasi lintas sektoral, menjadi pemicu belum optimalnya pengelolaan konservasi penyu hijau ini.
Coastal and Marine Based
Wilayah pesisir Kepulauan Arwah memiliki potensi yang sangat besar. Untuk itu perlu secepatnya mengambil langkah-langkah stratejik dalam pengelolaan yang berkesinambungan dengan berkoordinasi secara terpadu bagi semua pihak.
“Konservasi wilayah pulau-pulau kecil di Kepulauan Arwah, Rokan Hilir, ini harus diperhatikan oleh seluruh stakeholder sebagai satu-kesatuan ekosistem dengan lingkungan laut sekitarnya,” terang Pareng Rengi MSi, pengajar Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau, kepada cekau.com.
Maka, orientasi pembangunan nasional, lanjut Pareng, sudah ke arah coastal and marine based, sebagai salah satu tulang punggung peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. "Kini, sudah saatnya memikirkan suatu model pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu dan berkelanjutan," katanya.
Secara geografis Kepulauan Arwah (gugusan pulau sekitarnya) memiliki potensi pesisir dan laut yang besar untuk pengembangan ekonomi regional dan sekaligus dapat berfungsi sebagai effective occupancy pemerintah.
Pengembangan kawasan konservasi, dalam pembangunan yang berkelanjutan, seperti pemukiman, industri, rekreasi, pariwisata, transportasi, perikanan dan kehutanan, sebaiknya tidak menyebabkan kerusakan lingkungan, sehingga dapat dinikmati sampai anak cucu. "Kegiatan sustainable development (pembangunan yang berkelanjutan) ini merupakan bagian dari maintenance and ecology preservation terhadap wilayah secara administrasi, sehingga dapat berfungsi sebagai teras depan bangsa,” jelasnya.*
Wah, tlg diteruskan ini. Sayang kan, Riau punya potensi penyu langka ini. Ayo lestarikan dong??
BalasHapus