Hubungi Kami | Tentang Kami | Disclaimer

Jumat, 07 Oktober 2011

Tribute to Wan Ghalib: Pejuang Marwah di Tanah Melayu

MEMORI-Wan Ghalib bersama Gubri
CEKAU.COM - Siapa yang tak kenal dengan sosok Wan Ghalib di Riau. Mungkin di tingkat nasional, khususnya Dinas Penerangan, beliau juga dikenal sebagai seorang PNS di Provinsi Riau. Tak pelak lagi, banyak petuah ia telurkan ketika ia banyak tahu untuk mengangkat marwah Riau dalam dunia pendidikan.

Sebut saja, ketika dulu beliau pernah berkeluh-kesah kepada cekau.com, tentang masalah pendidikan di Riau masa tahun 50-an, sangat menyedihkan. Itulah dasar keinginannya untuk berazam memisahkan Riau yang tergabung di Sumatera Tengah (Padang, Jambi dan Riau) menjadi provinsi baru.

Apa yang dtuturkan Mendiang kepada redaksi cekau.com? Banyak. Tapi yang jelas, beliau lebih menyentil soal tingkat pendidikan di Riau, masa itu, 'dianaktirikan'. Katanya, nilai kekayaan yang dimiliki Riau, tak sebanding dengan tingkat pendidikan yang ada di Riau. Sebut saja ketika itu Riau hanya memiliki lulusan SMA hanya tiga orang.

"Saya sedih ketika itu, Riau kaya, tapi pemuda-pemuda Riau yang tamat SMA hanya tiga orang. Tapi kita masih beruntung berada di atas Jambi, namun jauh di bawah Padang, yang jumlahnya sudah puluhan," ingat Wan Ghalib, kala itu.

Wan juga menguraikan, bahwa minimnya lulusan pendidikan di Riau kala itu, bukan disebabkan kemampuan intelektual pemuda-pemuda yang rendah, tapi justru ketika Riau masuk dalam Sumatera Tengah, fasilitas dan kesempatan untuk Riau maju sangat terbatas. Dasar inilah mengapa ia berazam untuk melepas Riau dari sengatan Provinsi Sumatera Tengah itu.

"Sebenarnya pemuda-pemuda Riau memiliki kemampuan intelektual tinggi, hanya saja kesempatan untuk maju dan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi sangat terbatas. Berbagai sarana dan prasarana sangat tidak mendukung di Riau, sehingga banyak pemuda-pemudi terpaksa melanjutkan pendidikan ke Sumatera Barat," jelas kepada cekau.com.

Inti dari kebuntuan itulah adalah kemiskinan, yang dibagi-bagi, kata Wan Ghalib. Bahwa, kekayaan hanya terlihat pada mata yang putih. Karena itulah ia merasa sedih menyaksikan bagaimana sebuah negeri kaya, mendapatkan tiga pemuda yang lulus SMA namun, masih banyak intelektualitas yang membutuhkan pelayanan pendidikan. Namun, semua itu luncah lepas pada perhatian publik.

Ia masih terhitung keturunan bangsawan. Ia mungkin punya hubungan keluarga—lewat darah ataupun pernikahan—dengan hampir silsilah nenek moyangnya dengan istilah 'Wan' yang disemat raja-raja Siak Sri Indrapura, sebuah kerajaan Melayu yang ada di Sak Sri Indrapura, Kabupaten Siak.

H Wan Ghalib, memang nampaknya, semenjak kecil tersemat kata “Wan” di depan namanya. Tapi, beliau, begitu teman sejawat memanggilnya, tidak terlalu mengedepankan kata  itu. Katanya merendah, Ia hanyalah masyarakat biasa yang hidup dalam penghidupan seperti khalayak ramai.

"Barangkali, dari nilai sejarah inilah mengajari kita, bahwa keadaan tidak sempurna bukanlah dasar untuk terus-menerus menghalalkan berbagai cara. Keadaan tak sempurna itu harus terus diperjuangkan sesuai dengan haknya," ucap Ghalib.

Salah seorang tokoh Panitia Persiapan Provinsi Riau (PPPR) pada 1955 itu, juga gigih  memperjuangkan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Sultan Syarif Kasim II. Bahkan, melalui pemikiran dan tulisannya, ia mampu menorehkan terjemahan sejarah keberadaan wilayah Riau, yang dulunya merupakan satu keresidenan dengan negeri Malaysia, dalam sebuah buku berjudul 'Johor dan Siak 1865-1913.

Juga pernah bertugas sebagai anggota Badan Pemerintahan Harian (BPH). Di Jakarta ia pun bekerja di Kementerian Penerangan. Takzim , sang pejuang marwah negeriku. Selamat Jalan.*


0 komentar:

Posting Komentar

Prev Post Next Post Home