Wan Ghalib |
Atas hobi anak bungsu dari lima bersaudara ini, memang diakui anak tertua, Wan Fachrudin. ”Papa memang hobi membaca. Apalagi kalau sudah baca koran, acap memberi komentar-komentar," akunya.
Meski sudah berusia lanjut, Wan Ghalib masih terlihat tegap. Dengan penampilannya yang dandy, mesti “Oude heer” (orangtua). Jarang sakit, apalagi soal makan, tak ada pantangan. Semua dilahap sesuai selera. Bahkan ia paling suka menyantap sate kambing. Olah raga dulu, acap dilakukannya dengan rutin.
Ini dibuktikan ketika beliau menghadiri acara peresmian Makam Tuanku Tambusai di Negeri Sembilan, Malaysia pada 2001 lalu. Almarhum, masih kuat mendaki bukit. Nafasnya tidak terganggu. Ia pandai mengatur nafas. Seolah-olah seperti atlet saja. Endurance-nya prima," ingat anak sulung ini.
Dalam perjalanan yang panjang, Almarhum pernah mengikuti pendidikan di zaman penjajahan Belanda. Tak heran, ia pandai bercakap bahasa Belanda bahkan Inggris. Tapi, kepandaian itu ia tekuni secara otodidak (belajar sendiri).
Gelar 'Wan' yang tersandang di depan namanya terkisah jelas pada buku "Wan Ghalib untuk Riau, Seutas Biografi”, yang ditulis Abel Tasman, anak jati Riau. Secara bertutur, seperti dituliskan oleh bekas guru SD itu termaktub dalam buku setebal 258 halaman, yang diterbitkan Yayasan Pustaka Riau, pada 2001.
Sebetulnya Wan itu merupakan kependekan dari Tuan. Sebab dalam diri almarhum mengalir kehormatan dari Kerajaan Siak. Selain itu, Wan juga mencerminkan keturunan baik-baik dan terhormat. Datuk Wan Ghalib, seperti tertulis dalam Syair Marhum Pekan karangan GP Ade Dharmawi, pada halaman 149 dan 150 menuliskan, Wan Entol menggantikan Datuk Comel untuk membangun kota Senapelan.
Datuk bergelar Sri Amat Perkasa ini membangun kota Pekanbaru dengan dibangun Masjid Raya memperbaharui bangunan masjid lama. Wan Entol sebagai ketua pelaksana (tahun 1929). Pada 1931, Wan Entol diangkat pada kedudukan baru. Districthoofd Siak jabatannya.
Dari keturunan datuk-datuk inilah, kesuksesan abang tertua Wan Ghalib, Datuk Wan Abdurrachman, membuktikan warisan leluhurnya. Sebagai figur sejarah dalam pemerintahan di Riau. Karir Wan Abdurrachman melejit dari “Onderdistricthoofd” (setingkat camat), Wali Kota Pekanbaru, Bupati Kampar, Bupati Indragiri (dulu belum dipecah menjadi dua kabupaten). Setelah itu, menduduki posisi Bupati Kepulauan Riau di Tanjungpinang. Terakhir menjadi Wagub, saat Kaharuddin Nasution.
Sementara Wan Ghalib, bertunak sebagai anggota Badan Pemerintahan Harian (BPH). Di Jakarta, ia juga bekerja di Kementerian Penerangan. Namun, yang tak bisa dipisahkan dari bakatnya adalah soal tulis-menulis. Berbagai kolom dari surat-surat kabar lokal ikut menghiasi pemikirannya.
Hidup adalah perjuangan, mesti terasa berat. Namun harus dijalankan. Seperti kata pepatah Prancis ”la vie est dure” (Hidup Itu Keras). Selamat jalan ”oude heer”. Nama dan jasamu selalu dikenang.*
0 komentar:
Posting Komentar