Salah satu makam di Teluk Kuantan |
CEKAU.COM - Mendung menghitam dan tiba-tiba angin bertiup kencang, di Makam Al Azhar di depan Pasar Rakyat Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Ini terjadi sebelum rombongan ziarah membacakan ayat suci di Makam keramat itu.
Tak terelakkan, Makam Al Azhar banyak dikunjungi ratusan penziarah dari berbagai tempat. Ada yang sekedar mencari wangsit, tak sedikit pula mencari berkah menyambung hidup. Namun, banyak pula mendoakan kyai yang dikenal Datuk Keramat itu.
Al Azhar tokoh ulama yang mengembangkan agama Islam di Kuantan Singingi ini, berasal dari Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat. Makamnya yang dikenal sejak lama itu dinilai masyarakat termasuk salah satu makam yang ada di Kuansing sebagai makam keramat dengan nama Datuk Keramat, yang banyak diminati para peziarah.
Sebut saja, ketika siang pukul 11.00 WIB, ratusan peziarah sudah antri untuk masuk ke lokasi makam. Itu pun berlangsung hingga pukul 15.00 WIB. Untuk menunggu, kadang mereka berkumpul di salah satu pondik dan pepohonan di sekitar lokasi.
Ketika menemui pimpinan rombongan penziarah Syahrial Efendi, mengakui bahwa penziarah banyak mengunjungi makam ini dari berbagai tempat, seperti Sitiung, Guntur, Pulau Punjung (Sumatera Barat), Lubuk Jambi, Inuman, Kopah, Pangean (Kuansing) dengan nama jamaah Syatariah. Mereka mengaku sebagai murid dari jemaah Syatariah. Sementara Al Azhar merupakan guru mereka, dengan harapan adanya limpahan berkat.
Terkait keahlian Al Azhar, jemaah Syatari lainnya Jamaluddin asal Sitiuang mengatakan berdasarkan sejarah yang diterima, sewaktu mengembangkan agama waktu dulu menjadi tukang angkat barang di pasar Teluk Kuantan (buruh angkat, red).
System menjadi tukang angkat, Al Azhar tidak sama dengan buruh-buruh lainnya, melainkan Al Azhar menerapkan sistem setiap barang yang diangkat, diminta syarat atau upah agar orang itu membaca dua kalimat syahadat.
Sekelompok rombongan datang. Mereka asyik mengumpulkan sejumlah uang untuk keperluan ziarah. Ada pula dengan mendengar dengan simak atas pengarahan dari pimpinan rombongan.
Adanya aksi pengumpulan uang ini diakui Juru kunci makam keramat, Hendriadi, bahwa jemaah Syatariah ini datang berziarah setiap tahun, kalau tahun sebelumnya, jemaah beriuran membelikan kaca makam.
Setelah mengumpulkan uang, rombongan itu duduk sembari pembacaan tahlil, tahmid dan yasin. Ketika satu ayat dibaca, tiba-tiba pembacaan tahlil terhenti. Rombongan gusar. Semua mata menatap ke atas langit yang terlihat menghitam. Ada yang berpindah duduk, banyak pula termenung menatap langit mendung.
Keterpanaan mereka disadari dengan angin kencang selama satu menit. Suasana jadi hening. Angin yang bertiup sesaat itu, tiba-tiba sirna. Prosesi tahlilan kembali dilanjutkan. Semua diam. Tak ada yang memulai untuk bertanya. Satu sama lain hanya membisu dengan sejuta pertanyaan di benak kepala. Namun suara ayat-ayat mulai terdengar dengan lembut. Begitu syahdu.*
Tak terelakkan, Makam Al Azhar banyak dikunjungi ratusan penziarah dari berbagai tempat. Ada yang sekedar mencari wangsit, tak sedikit pula mencari berkah menyambung hidup. Namun, banyak pula mendoakan kyai yang dikenal Datuk Keramat itu.
Al Azhar tokoh ulama yang mengembangkan agama Islam di Kuantan Singingi ini, berasal dari Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat. Makamnya yang dikenal sejak lama itu dinilai masyarakat termasuk salah satu makam yang ada di Kuansing sebagai makam keramat dengan nama Datuk Keramat, yang banyak diminati para peziarah.
Sebut saja, ketika siang pukul 11.00 WIB, ratusan peziarah sudah antri untuk masuk ke lokasi makam. Itu pun berlangsung hingga pukul 15.00 WIB. Untuk menunggu, kadang mereka berkumpul di salah satu pondik dan pepohonan di sekitar lokasi.
Ketika menemui pimpinan rombongan penziarah Syahrial Efendi, mengakui bahwa penziarah banyak mengunjungi makam ini dari berbagai tempat, seperti Sitiung, Guntur, Pulau Punjung (Sumatera Barat), Lubuk Jambi, Inuman, Kopah, Pangean (Kuansing) dengan nama jamaah Syatariah. Mereka mengaku sebagai murid dari jemaah Syatariah. Sementara Al Azhar merupakan guru mereka, dengan harapan adanya limpahan berkat.
Terkait keahlian Al Azhar, jemaah Syatari lainnya Jamaluddin asal Sitiuang mengatakan berdasarkan sejarah yang diterima, sewaktu mengembangkan agama waktu dulu menjadi tukang angkat barang di pasar Teluk Kuantan (buruh angkat, red).
System menjadi tukang angkat, Al Azhar tidak sama dengan buruh-buruh lainnya, melainkan Al Azhar menerapkan sistem setiap barang yang diangkat, diminta syarat atau upah agar orang itu membaca dua kalimat syahadat.
Sekelompok rombongan datang. Mereka asyik mengumpulkan sejumlah uang untuk keperluan ziarah. Ada pula dengan mendengar dengan simak atas pengarahan dari pimpinan rombongan.
Adanya aksi pengumpulan uang ini diakui Juru kunci makam keramat, Hendriadi, bahwa jemaah Syatariah ini datang berziarah setiap tahun, kalau tahun sebelumnya, jemaah beriuran membelikan kaca makam.
Setelah mengumpulkan uang, rombongan itu duduk sembari pembacaan tahlil, tahmid dan yasin. Ketika satu ayat dibaca, tiba-tiba pembacaan tahlil terhenti. Rombongan gusar. Semua mata menatap ke atas langit yang terlihat menghitam. Ada yang berpindah duduk, banyak pula termenung menatap langit mendung.
Keterpanaan mereka disadari dengan angin kencang selama satu menit. Suasana jadi hening. Angin yang bertiup sesaat itu, tiba-tiba sirna. Prosesi tahlilan kembali dilanjutkan. Semua diam. Tak ada yang memulai untuk bertanya. Satu sama lain hanya membisu dengan sejuta pertanyaan di benak kepala. Namun suara ayat-ayat mulai terdengar dengan lembut. Begitu syahdu.*
0 komentar:
Posting Komentar