CEKAU.COM - Seni batik yang ditorehkan dalam bentuk motif-motif ini, kian menjadi 'santapan' Indonesia. Apalagi Presiden SBY menjadikan batik sebagai baju nasional, yang harus dipakai oleh kalangan PNS. Lalu, sejauh mana keindahan itu dapat terlihat?
Sebenarnya di Indonesia, kain batik sudah dikenal secara luas sejak jaman kerajaan Majapahit. Setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. Batik yang dihasilkan dalam bentuk batik tulis dan berkembang sampai awal abad ke-20.
Seni batik juga di kenal di Tasikmalaya , sejak jaman kerajaan Tarumanagara. Buktinya, hingga kini desa peninggalan kerajaan itu sekarang masih aktif melakukan pembatikan. Adalah Desa Wurug, hingga terkenal dengan batik kerajinannya, Sukapura, Mangunraja, Maronjaya dan Tasikmalaya kota.
Di Jakarta, juga ada seni batik. Berkembang kira-kira akhir abad ke-19. Seni batik ini dibawa oleh pendatang dari Jawa Tengah. Daerah sentra batik di Jakarta tersebar di Tanah Abang: Karet, Bendungan Hilir dan Udik, Kebayoran Lama, dan daerah Mampang Prapatan serta Tebet.
Dan, masih banyak jenis batik yang ada di daerah Indonesia. Namun sayang, kita terlambat untuk mempatenkannya. Padahal jumlah dan jenis kain batik dari tiap daerah di Indonesia kalau dihitung bisa mencapai ribuan jenis. Termasuk Riau sendiri.
Inilah kain batik sebagai kekayaan budaya Indonesia yang luput dari perhatian kita semua.
Lucunya, bangsa Eropa sangat berminat kepada batik ini, seperti motif tumbuh-tumbuhan dan aneka motif dalam bentuk benda atau hewan. Termasuk pula warna-warna asing seperti warna biru yang mulai banyak dijumpai dalam batik-batik Indonesia. Berbagai corak batik kuno khas era penjajahan Belanda maupun batik modern buatan Indonesia, ternyata banyak diminati.
Bahkan, di Belanda, sudah ada museum batik, yaitu Tropenmuseum yang mengkoleksi ribuan jenis kain batik asal Indonesia. Museum tersebut selalu dipadati pengunjung. Mengapa Indonesia hanya diam?
Seni Batik
Seorang pengrajin batik akan memulai dengan titik-titik satu ke bentuk lain. Hingga membentuk sebuah motif batik. Kerjanya begitu rumit dan membutuhkan waktu lama. Karena alat yang dibutuhkan berupa canting itu, berbentuk pulpen yang terbuat dari bambu. Tapi, diujungnya berkepala tembaga dan bermulut sempit.
Canting inilah sebagai kuas bagi pelukis. Dengan menyendok lilin cair yang panas, dipakai sebagai bahan penutup atau pelindung terhadap zat warna. Prosesnya dengan mencelup minyak berasal dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia, seperti pohon mengkudu, pace, kunyit, tinggi, soga, nila. Sementara bahan sodanya dari soda abu, dan garam dari tanah lumpur.
Pada akhir pekerjaan, lapisan lilin akan menutupi kain mori dengan mengikuti atau menghilangkan dengan merebus kain. Setyekah itu jadilah kain batik dengan motif yang beragam.*
Sebenarnya di Indonesia, kain batik sudah dikenal secara luas sejak jaman kerajaan Majapahit. Setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. Batik yang dihasilkan dalam bentuk batik tulis dan berkembang sampai awal abad ke-20.
Seni batik juga di kenal di Tasikmalaya , sejak jaman kerajaan Tarumanagara. Buktinya, hingga kini desa peninggalan kerajaan itu sekarang masih aktif melakukan pembatikan. Adalah Desa Wurug, hingga terkenal dengan batik kerajinannya, Sukapura, Mangunraja, Maronjaya dan Tasikmalaya kota.
Di Jakarta, juga ada seni batik. Berkembang kira-kira akhir abad ke-19. Seni batik ini dibawa oleh pendatang dari Jawa Tengah. Daerah sentra batik di Jakarta tersebar di Tanah Abang: Karet, Bendungan Hilir dan Udik, Kebayoran Lama, dan daerah Mampang Prapatan serta Tebet.
Dan, masih banyak jenis batik yang ada di daerah Indonesia. Namun sayang, kita terlambat untuk mempatenkannya. Padahal jumlah dan jenis kain batik dari tiap daerah di Indonesia kalau dihitung bisa mencapai ribuan jenis. Termasuk Riau sendiri.
Inilah kain batik sebagai kekayaan budaya Indonesia yang luput dari perhatian kita semua.
Lucunya, bangsa Eropa sangat berminat kepada batik ini, seperti motif tumbuh-tumbuhan dan aneka motif dalam bentuk benda atau hewan. Termasuk pula warna-warna asing seperti warna biru yang mulai banyak dijumpai dalam batik-batik Indonesia. Berbagai corak batik kuno khas era penjajahan Belanda maupun batik modern buatan Indonesia, ternyata banyak diminati.
Bahkan, di Belanda, sudah ada museum batik, yaitu Tropenmuseum yang mengkoleksi ribuan jenis kain batik asal Indonesia. Museum tersebut selalu dipadati pengunjung. Mengapa Indonesia hanya diam?
Seni Batik
Seorang pengrajin batik akan memulai dengan titik-titik satu ke bentuk lain. Hingga membentuk sebuah motif batik. Kerjanya begitu rumit dan membutuhkan waktu lama. Karena alat yang dibutuhkan berupa canting itu, berbentuk pulpen yang terbuat dari bambu. Tapi, diujungnya berkepala tembaga dan bermulut sempit.
Canting inilah sebagai kuas bagi pelukis. Dengan menyendok lilin cair yang panas, dipakai sebagai bahan penutup atau pelindung terhadap zat warna. Prosesnya dengan mencelup minyak berasal dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia, seperti pohon mengkudu, pace, kunyit, tinggi, soga, nila. Sementara bahan sodanya dari soda abu, dan garam dari tanah lumpur.
Pada akhir pekerjaan, lapisan lilin akan menutupi kain mori dengan mengikuti atau menghilangkan dengan merebus kain. Setyekah itu jadilah kain batik dengan motif yang beragam.*
0 komentar:
Posting Komentar