Hubungi Kami | Tentang Kami | Disclaimer

Sabtu, 10 Desember 2011

Husni Thamrin Pencipta Lagu Hang Tuah, dalam Kenangan

Alm Husni Thamrin
CEKAU.COM-Husni Thamrin meninggal di sebuah perawatan pada 20 April 2010, pukul 02.45 WIB. Ia menghembuskan nafas terakhir usia 60 tahun, di RS Umum Arifin Achmad, Pekanbaru. Semasa hidup, ketika bujang, dikenal sebagai pemikir dan pencipta lagu yang sudah terkemuka semuda itu. Thamrin adalah panggilan akrabnya, dan Iyen sapaan teman dekatnya.

Lahir di Siak Sri Indrapura, dan usia 40 hari, dibawa ke Pekanbaru, di sebuah desa kecil di tepian Sungai Siak, bernama Kampung Tanjung Rhu, Kelurahan Pesisir. Di sanalah ia ditimang dan dibesarkan.

Ayahanda bernama Haji Mahmud Yahya (Alm). Disapa Cik Mahmud, berasal dari Kampung Tengah, Siak, yang juga penikmat seni. Ibunda bernama Aisyah Zikir (Alm), berasal dari kota Bagansiapi-api, juga pelantun syair dan penyanyi berbakat semasa dulu.

Atas dukungan kedua orangtua itulah, akhirnya mengasah jiwa seni Thamrin. Berbagai prestasi sudah ia sematkan. Juara Pertama empat tahun berturut-turut, (jenis Langgam Melayu) pada lomba Bintang Radio dan Televisi se Provinsi Riau dan se Sumatera, yang diadakan TVRI tahun 70-an.

Suara Thamrin yang berlemak, membuat penikmat seni menyebutnya Ahmad Jaiz Riau, kala itu. Meski Ahmad Jaiz adalah teman sejawat dan sepenanggungan, yang terkenal di negeri jiran.

Selain penyanyi dan penulis lagu, ia pun mampu bermain sebagai karakter dan sutradara. Sebagai pelakon, ia tunjukkan pada Film “Laksamana Raja di Laut” (1980), dan “Persebaktian” (1985) produksi TVRI kerjasama Pemerintah Provinsi Riau. Dan beberapa aksi peran dalam sebuah drama lokal dan moderator piawai di Pekanbaru dan Jakarta.

Sosok Husni Thamrin di mata teman sejawat, seperti diungkapkan Al Azhar, Budayawan Riau adalah seniman, penyanyi, pelakon dan juga pencipta lagu yang banyak jasanya dalam merekonstruksi kemelayuan dalam kehidupan bermasyarakat di Provinsi Riau.

"Beliau itu mampu merevitalisasi semangat heroisme melayu di tengah pergulatan politik kebudayaan yang makin mengglobal," sebut Al Azhar, juga mengaku mengenal dekat dengan Almarhum ketika lagu Dedap Durhaka mulai dipublikasikan di sekolah-sekolah di Riau.

Alasan itu pula sehingga Al Azhar menyebut bahwa sebuah syair tercipta dengan keikhlasan. Lagunya diterima dengan baik. Rekonstruksi kemelayuannya ketara kental.

Ada 80 syair lagu sudah ia torehkan. Pernah pula ikut menghiasi paragraf lagu “Bahtera Merdeka” (lagu dari negeri Jiran), dan “Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu” oleh Said Effendi, orang Madura yang tunak dengan lagu Melayu.

Umar Said, teman sejawat semenjak kecil juga menyebut bahwa Husni Thamrin tak pernah menangis untuk dirinya sendiri. Ia bisa mencucurkan air mata karena mengingat sebuah lagu lama yang ia ciptakan. Ia gampang terharu di saat ia tak bisa lagi berdiri tegak. Penyakit ginjal dan komplikasi lain hanya mampu ia tahan selama tiga tahun.

"Tapi, ia bukan penyedih atau perajuk. Mungkin hanya ia yang tahu. Sebuah lagu lama yang teramat sangat bagi dirinya untuk mengingat kembali bait-bait syair yang ia dendangkan," aku mantan Kepala Satpol PP Pekanbaru ini, saat sepatah perpisahan melepas almarhum, serasa mengusulkan agar nama almarhum menjadi ikon tempat untuk mengenang dedikasi beliau.

Lelaki yang tersemat pelbagai penghargaan, termasuk diberikan oleh Gubernur Riau HM Rusli Zainal ini, kini telah menghadap Sang Khaliq. Buah karyanya selalu dikenang. Sebuah syair seperti yang ditulisnya (lagu Hang Tuah): Gaung bakti mu kesegenap rantau…”.

Ia dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Senapelan, Pekanbaru. Semua kehilangan. Semua juga menyadari bahwa seorang seniman sejati Riau telah mendahului.

Jika banyak yang menangis lantaran Husni Thamrin telah pergi? Baiklah kita kenang: Ia menangis untuk mengingat syair-syair lagunya.*


0 komentar:

Posting Komentar

Prev Post Next Post Home