Presiden SBY |
CEKAU.COM-Aneh, jika Anda mendengar pernyataan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada puncak Hari Antikorupsi dan Hari Hak Azasi Manusia se-Dunia di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/12/2012). SBY menyebut, bahwa negara wajib menyelamatkan para pejabat terlibat kasus korupsi, yang tidak disengaja. Wah...? Inikah sosok pemimpin kita. "Sengaja atau tidak sengaja tetap saja korupsi harus dibumihanguskan di negeri ini," demikian sejumlah pihak menilai.
Sementara disisi lain, SBY kembali menyebut, banyak penjabat tak berniat korupsi tapi terbelit kasus korupsi karena ketidakpahaman pejabat itu. Ini pernyataan yang sangat membingungkan kalangan makhluk Tuhan yang bernama manusia yang bermastautin di Indonesia tercinta ini.
Penyataan yang dinilai banyak pihak mencengangkan itu, justru disampaikan ketika semua rakyat sepakat memberantas korupsi. Apalagi sebuah film dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjudul 'Kita Versus Korupsi' menjadi sasaran empuk menyindir atas sikap, situasi dan kondisi bangsa Indonesia yang menilai korupsi sudah menjalar hingga ke masyarakat. Film ini juga memberikan motivasi kepada rakyat, bahwa korupsi di Indonesia bisa dihilangkan. Caranya, ya bersama Kita Lawan Korupsi.
Namun, di tengah anak bangsa sibuk mengurus dan mensosialisasikan slogan anti korupsi, justru pemimpin membikin pernyataan yang aneh-aneh. "Maka negara wajib menyelamatkan mereka (pejabat koruptor, red) yang tidak punya niat untuk melakukan korupsi, tapi bisa salah di dalam mengemban tugasnya yang diemban siang dan malam," sebut Presiden SBY, yang justru disambut tepuk tangan para undangan.
"Nah, kita lihat siapa yang bertepuk tangan itu. Apakah mereka tergolong manusia yang menyetujui sikap Presiden atas memberikan dukungan dan pembelaan kepada koruptor, atau.... ya, mereka justru mentertawakan pernyataan presiden tersebut yang dinilai aneh," kata Datuk Dalang Pesisir kepada cekau.com, Senin (11/12/2012).
Acara ini dihadiri Ibu Ani Yudhoyono, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, Menteri Humum dan Hak Azasi Manusia Amir Syamsuddin, para menteri dan pejabat lainnya serta para gubernur se-Indonesia.
Namun, Presiden Yudhoyono juga mengatakan bahwa roda pembangunan sering tersendat karena keraguan pejabat dalam mengambil keputusan pada penggunaan anggaran. Mereka takut disalahkan dan dinyatakan korupsi. "Korupsi harus dicegah diberantas, sistem kita harus makin bersih. Tapi kegiatan penyelenggaraan negara, jalannya pembangunan tidak boleh berhenti karena orang ragu dan takut untuk mengambil keputusan mengambil kebijakan dan menggunakan anggaran,” katanya.
Dijelaskan Presiden Yudhoyono, ada dua jenis korupsi. Pertama, korupsi yang diniatkan oleh pelakunya. Dan kedua, korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat bahwa yang dilakukannya itu termasuk dalam kategori korupsi. Bahkan seorang pejabat kadang dituntut kecepatan untuk mengambil keputusan atau kebijakan. Sementara ada pula pejabat di pemerintahan pusat maupun di daerah yang ragu menetapkan keputusan menggunakan anggaran, karena takut disalahkan.
"Kadang memerlukan kecepatan untuk mengambil memutuskan, memerlukan kebijakan tepat Jangan biarkan mereka dinyatakan bersalah dalam tindak pidana korupsi,” kata Presiden Yudhoyono.
Selanjutnya, Presiden meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama penegak hukum lainnya menyosialisasikan batasan-batasan antara kebijakan yang boleh diambil pemangku kepentingan dengan keputusan yang termasuk ke dalam tindak pidana korupsi. "Yang dibutuhkan oleh penyelenggara negara adalah penjelasan aturan yang jelas, mana yang berkategori korupsi dan mana yang bukan korupsi," katanya.
Untuk menyelesaikan masalah ketidakpahaman itu, Presiden berniat mengumpulkan para pejabat mulai dari menteri, gubernur, bupati, walikota dan pejabat perancang dan pengelola anggaran pada Januari 2013 nanti. Para pejabat itu bakal diceramahi KPK, Polri, PPATK terkait. "PPATK, Kepolisian, KPK bisa menjelaskan mana yang boleh dan tidak boleh, mana yang kebijakan dan mana yang bukan kebijakan," tegasnya.
"Mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Mana wilayah korupsi, mana yang tidak. Mana yang kebijakan, mana yang tidak. Jangan sampai kita hidup di dalam alam ketakutan karena kurang jelasnya pemahaman kita semua. Saya ingin pembarantasan korupsi makin efektif dan upaya meningkatkan kesejahteraan tetap jalan, tidak terhenti, tidak terganggu," pungkas Presiden.
Mendengar pernyataan Presiden SBY, Ketua KPK Abraham Samad justru tidak sepaham dengan Presiden Yudhoyono. Menurutnya, semua pejabat negara wajib mengetahui peraturan perundang-undangan, khususnya berbagai hal mengenai tindak pidana korupsi. Karena itu, mereka tidak boleh berlindung di balik ketidaktahuan peraturan perundang-undangan ketika tersangkut tindak pidana korupsi.
"Bahwa ada ketidaktahuan, tapi bukan berarti ketidaktahuan itu menghapuskan pertanggungjawaban pidana. Dalam teori hukum pidana, ketidaktahuan bukan berarti menghapuskan pertanggungjawaban hukum pidananya," ujar Abraham Samad.
Menurut pria asli Makassar ini, seorang pejabat negara dituntut harus cerdas dan paham dalam menggunakan anggaran. Hal itu agar sang pejabat tak salah dalam menggunakan dan mengalokasikan anggaran. "Oleh karena itu pemimpin dituntut harus cerdas, kalau ada pemimpin mengatakan tidak tahu kalau telah terjadi korupsi, ya tidak usah memimpin," katanya.*
Sementara disisi lain, SBY kembali menyebut, banyak penjabat tak berniat korupsi tapi terbelit kasus korupsi karena ketidakpahaman pejabat itu. Ini pernyataan yang sangat membingungkan kalangan makhluk Tuhan yang bernama manusia yang bermastautin di Indonesia tercinta ini.
Penyataan yang dinilai banyak pihak mencengangkan itu, justru disampaikan ketika semua rakyat sepakat memberantas korupsi. Apalagi sebuah film dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjudul 'Kita Versus Korupsi' menjadi sasaran empuk menyindir atas sikap, situasi dan kondisi bangsa Indonesia yang menilai korupsi sudah menjalar hingga ke masyarakat. Film ini juga memberikan motivasi kepada rakyat, bahwa korupsi di Indonesia bisa dihilangkan. Caranya, ya bersama Kita Lawan Korupsi.
Namun, di tengah anak bangsa sibuk mengurus dan mensosialisasikan slogan anti korupsi, justru pemimpin membikin pernyataan yang aneh-aneh. "Maka negara wajib menyelamatkan mereka (pejabat koruptor, red) yang tidak punya niat untuk melakukan korupsi, tapi bisa salah di dalam mengemban tugasnya yang diemban siang dan malam," sebut Presiden SBY, yang justru disambut tepuk tangan para undangan.
"Nah, kita lihat siapa yang bertepuk tangan itu. Apakah mereka tergolong manusia yang menyetujui sikap Presiden atas memberikan dukungan dan pembelaan kepada koruptor, atau.... ya, mereka justru mentertawakan pernyataan presiden tersebut yang dinilai aneh," kata Datuk Dalang Pesisir kepada cekau.com, Senin (11/12/2012).
Acara ini dihadiri Ibu Ani Yudhoyono, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, Menteri Humum dan Hak Azasi Manusia Amir Syamsuddin, para menteri dan pejabat lainnya serta para gubernur se-Indonesia.
Namun, Presiden Yudhoyono juga mengatakan bahwa roda pembangunan sering tersendat karena keraguan pejabat dalam mengambil keputusan pada penggunaan anggaran. Mereka takut disalahkan dan dinyatakan korupsi. "Korupsi harus dicegah diberantas, sistem kita harus makin bersih. Tapi kegiatan penyelenggaraan negara, jalannya pembangunan tidak boleh berhenti karena orang ragu dan takut untuk mengambil keputusan mengambil kebijakan dan menggunakan anggaran,” katanya.
Dijelaskan Presiden Yudhoyono, ada dua jenis korupsi. Pertama, korupsi yang diniatkan oleh pelakunya. Dan kedua, korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat bahwa yang dilakukannya itu termasuk dalam kategori korupsi. Bahkan seorang pejabat kadang dituntut kecepatan untuk mengambil keputusan atau kebijakan. Sementara ada pula pejabat di pemerintahan pusat maupun di daerah yang ragu menetapkan keputusan menggunakan anggaran, karena takut disalahkan.
"Kadang memerlukan kecepatan untuk mengambil memutuskan, memerlukan kebijakan tepat Jangan biarkan mereka dinyatakan bersalah dalam tindak pidana korupsi,” kata Presiden Yudhoyono.
Selanjutnya, Presiden meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama penegak hukum lainnya menyosialisasikan batasan-batasan antara kebijakan yang boleh diambil pemangku kepentingan dengan keputusan yang termasuk ke dalam tindak pidana korupsi. "Yang dibutuhkan oleh penyelenggara negara adalah penjelasan aturan yang jelas, mana yang berkategori korupsi dan mana yang bukan korupsi," katanya.
Untuk menyelesaikan masalah ketidakpahaman itu, Presiden berniat mengumpulkan para pejabat mulai dari menteri, gubernur, bupati, walikota dan pejabat perancang dan pengelola anggaran pada Januari 2013 nanti. Para pejabat itu bakal diceramahi KPK, Polri, PPATK terkait. "PPATK, Kepolisian, KPK bisa menjelaskan mana yang boleh dan tidak boleh, mana yang kebijakan dan mana yang bukan kebijakan," tegasnya.
"Mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Mana wilayah korupsi, mana yang tidak. Mana yang kebijakan, mana yang tidak. Jangan sampai kita hidup di dalam alam ketakutan karena kurang jelasnya pemahaman kita semua. Saya ingin pembarantasan korupsi makin efektif dan upaya meningkatkan kesejahteraan tetap jalan, tidak terhenti, tidak terganggu," pungkas Presiden.
Mendengar pernyataan Presiden SBY, Ketua KPK Abraham Samad justru tidak sepaham dengan Presiden Yudhoyono. Menurutnya, semua pejabat negara wajib mengetahui peraturan perundang-undangan, khususnya berbagai hal mengenai tindak pidana korupsi. Karena itu, mereka tidak boleh berlindung di balik ketidaktahuan peraturan perundang-undangan ketika tersangkut tindak pidana korupsi.
"Bahwa ada ketidaktahuan, tapi bukan berarti ketidaktahuan itu menghapuskan pertanggungjawaban pidana. Dalam teori hukum pidana, ketidaktahuan bukan berarti menghapuskan pertanggungjawaban hukum pidananya," ujar Abraham Samad.
Menurut pria asli Makassar ini, seorang pejabat negara dituntut harus cerdas dan paham dalam menggunakan anggaran. Hal itu agar sang pejabat tak salah dalam menggunakan dan mengalokasikan anggaran. "Oleh karena itu pemimpin dituntut harus cerdas, kalau ada pemimpin mengatakan tidak tahu kalau telah terjadi korupsi, ya tidak usah memimpin," katanya.*
0 komentar:
Posting Komentar