Hubungi Kami | Tentang Kami | Disclaimer

Sabtu, 31 Maret 2012

Kualitas Guru di Indonesia Dipertanyakan?

CEKAU.COM-Kualitas guru di Indonesia dipertanyakan semua pihak. Terutama, melihat kondisi nasib guru, kesejahteraan dan gaji yang didapat. Namun, ada yang menilai kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik.

Undang-undang (UU) No 20/2003, pasal 39 menjelaskan bahwa merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat, harus selaras dijalankan oleh masing-masing guru.

Bila UU ini harus dijalankan seutuhnya, maka apakah bisa di data, berapa persen seorang guru benar-benar menjalankan titah UU tersebut. Jika melihat apakah sebagian guru di Indonesia dinyatakan tidak layak mengajar harus dipaksakan mengajar lantaran Indonesia kekurangan guru? Nah, berapa persentase guru menurut kelayakan mengajar tersebut?

Data tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sudah menguraikan bahwa untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).

Apakah kelayakan mengajar tersebut berhubungan dengan tingkat pendidikan (strata) guru? Iya. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8 persen yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8 persen yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas.

Sementara sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8 persen yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86 persen berpendidikan S2 ke atas, dan 3,48 persen berpendidikan S3.

"Nah, inilah persoalan yang harus didalami oleh parapembuat kebijakan. Bukan hanya meningkatkan kualitas melalui sertifikasi guru, yang notabene meningkatkan kualitas guru minimal berpendiidkan strata satu (S1). Yang menjadi persoalan  adalah apakah pengajar satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan?

Bagaimana dengan sarana dan prasarana sekolah bersangkutan? Bisa juga dilihatdarifasilitas penunjang saatmengajar, maupun listrik yang menjadi persoalan klasik sekolah yang ada di wilayah perdesaan maupun wilayah pesisir dan laut. Jadi, pengajaran bukan saja titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, namun tenaga pengajar ini juga memberikan andil besar pada kualitas pendidikan.

Untuk menilai ini, tentu saja kualitas guru, baik dari segi mengajar (metode) dan fasilitas penunjang tidak bisa disamakan di setiap daerah. Banyak persoalan klasik (sejak Indonesia merdeka), masalah fasilitas penunjang ini menjadi 'hantu' yang menakutkan bagi para pengambil kebijakan di pusat (Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta), bahwa perbedaan kualitas guru tentu berbeda di setiap daerah (provinsi maupun kabupaten/kota). Ini banyak indikator yang mempengaruhi kualitas tersebut.

Initinya, kalau bicara kualitas guru di Indonesia dipertanyakan, maka tanyakan kembali kepada para pengambil kebijakan tersebut. Nah. Ada yang salah?*


~ 1 komentar ~

Prev Post Next Post Home