Hubungi Kami | Tentang Kami | Disclaimer

Kamis, 02 Februari 2012

Sesal Seorang Istri (3)

(Bagian ke-3)
DI luar, malam pun bertambah sunyi. Bintang-bintang tak terlihat mencerahkan langit. Angin mulai bertiup kencang. Tanda hujan akan turun di kampung itu. Beberapa pelayat lelaki tetap duduk sambil berbual di bawah tenda berukuran 4x6 meter, milik persatuan pengajian warga setempat.

Asmah, baru saja masuk dalam kamar menemui dua anaknya terlelap tidur. Dalam bilik berukuran 3x3 meter, Asmah memandang parasnya ke arah cermin buram pada dinding meja rias tua. Matanya lebam dan memerah. Ia coba menatap dekat-dekat di depan kaca. Asmah sadar, dua bola matanya tak tahan terus-menerus dialiri air mata. Ia melepaskan jilbab hitamnya. Tergerailah rambut hitam mayangnya kusut masai. Ia tahu, karena sudah beberapa jam tidak ia sikat.

Ketika hendak mengambil sisir di atas meja rias, ia melihat tas komputer jinjing milik almarhum suaminya, di sudut ruangan. Ia coba menggapai tas itu dengan cepat. Padahal, selama suaminya hidup, ia tak berani menyentuh benda itu. Apalagi ketika ia membersihkan lantai dan meja tamu ruang depan, suaminya selalu meninggalkan pekerjaan dengan kondisi komputer aktif. Padahal, suaminya tak pernah melarang atau bahkan menegurnya.

Tanpa pikir panjang lagi, Asmah pun mengambil tas itu, dan diletakkan di atas meja rias. Ia membuka tas dan mengeluarkan isi dalamnya. Komputer jinjing itu dibuka perlahan-lahan. Tombol aktif pun  ditekannya. Sambil menunggu program di komputer terbuka, dia menatap cermin dan mengusap parasnya berulang kali. Dadanya berdebar begitu kuat. Ia tak tahu mengapa ini terjadi. Dalam benaknya, tergambar pikiran tanya. "Ah, mengapa aku takut. Suamiku pun tak pernah melarangku," pikir Asmah.

Namun, dari bayangan kaca itu, Asmah melihat kedua anaknya tidur terkaluk di atas katil miliknya. Ia langsung berpaling, dan melangkah mendekati kedua bocah itu. Dengan selimut, Asmah pun menutup kedua tubuh anaknya sembari mengusap rambut. Air mata pun kembali jatuh satu-satu.

Ditengah kesedihan, Asmah baru sadar, program komputer sudah terbuka. Ia menuju alat itu dengan cepat. Dilihatnya gambar pada destop komputer foto keluarga dengan pakaian yang seragam melayu: Ada suami dan anak bungsu lelakinya, Jantan mengenakan baju melayu ditambah kupiah hitam dan sarung kain tenun Siak. Sedangkan anak tuanya, Gadis dan dirinya, berpakaian Kebaya Labu.

Asmah coba mengingat, bahwa foto itu dokumentasi Idul Fitri, dua tahun lalu. Tapi pakaian yang dikenanya, sudah empat tahun silam. Ya, Asmah ingat bahwa empat tahun lalu itu, ipar tertua suaminya menikahkan anak. Jadi bahan baju itu ia dapat dari iparnya. "Ah ya, ini foto lebaran dua tahun lalu, dan bahan baju ini dikasih iparnya, Inong, empat tahun silam," pikirnya dalam hati.

Karena sudah tahu jawabannya, Asmah pun membuka folder dokumen milik suaminya, satu-satu. Sebenarnya ia tak paham betul soal ilmu komputer. Tapi, karena diajarkan suami, cara membuka dan melihat isi dokumen, sedikit-sedikit ia tahu juga. Setelah terbuka, ia melihat satu dokumen dengan nama 'catatanku'. Ia membaca catatan yang ditulis suaminya, dengan hati berdebar.*

(Bersambung ke Bagian Empat)


0 komentar:

Posting Komentar

Prev Post Next Post Home