CEKAU.COM-"Kuburan atuk aku, nenek dan ayah aku lahir di sini dan meninggal pada 1957 di lahan ini. Jadi sejak bilo perusahaan mengaku lahan itu milik dio?" kata Tetua Suku Sakai, Tuk Bomo, di depan Kantor Kapolda Riau diikuti ratusan pengikutnya, Selasa (20/12).
PT Arara Abadi menuding warga suku Sakai merambah lahan miliknya. Alasan itu pula Polda Riau memanggil Tuk Bomo, tetua kampung, kedua kalinya. Namun, kepala suku Sakai ini membantah bila mereka dikatakan merambah hutan.
"Sejak bilo perusahaan itu mengaku lahan itu milik dio. Kuburan atuk, nenek dan ayah aku lahir di sini dan meninggal pada 1957 di lahan ini," tegas Tuk Bomo, disambut histeris pengikutnya agar tetua kampung itu dilepaskan.
Parahnya lagi, aku Tuk Bomo, hasil urung rembuk dengan pihak perusahaan bersama anggota DPRD kabupaten, bahwa masyarakat boleh menempati lahan tersebut. Namun dengan catatan harus menanam tanaman harian. Bahkan pihak perusahaan tidak boleh mengintimidasi.
"Tapi mengapo aku justru dipanggil untuk ditahan. Ini aneh. Apakah pihak aparat juga diintimidasi perusahaan?" tanya Tarmizi.
Tuk Bomo juga menjelaskan pemeriksaan tersebut terkait kepemilikan lahan yang diakui PT Arara Abadi. "Lahan ini milik nenk moyang kami. Dan kami hanya menanam pokok batang Anou (sejenis ubi), lada dan lain-lainya. Tapi lucunya, mengapo saya dipanggil dan dituduh merambah hutan. Ini sudah menyalah," ucapnya.
Alasan itu pula, Tuk Bomo akan mencari siapa yang menuduh pihaknya merambah hutan. "Tak akan selamat hidup di dunia dan akhirat. Dan, jangan salahkan kami," tegasnya.
Sementara Tarmizi L (47) warga suku Sakai yang ikut mengantarkan Tuk Bomo menyebut PT Arara Abadi menduduki kawasan hutan termasuk Hak Penguasaan Hutan (HPH) PT Arara Abadi ini baru-baru ini saja.
"PT AA itu baru beberapa tahun ini saja memiliki surat itu. Sedangkan kami sudah beranak pinak sebelum kemerdekaan RI. Sekarang siapa yang menyerobot?" tanyanya.
Ia juga mengingatkan, Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 743/KPTS-II/1996 tertulis lahan perkampungan, ladang warga harus dilindungi. Termasuk tanah ulayat milik suku Sakai. "Tapi, mengapa ini tidak dilakukan oleh pihak perusahaan?" katanya.
Ditambahkannya, agar PT Arara Abadi secepatnya mencabut laporan di Polda Riau. Karena ini sudah menyangkut harkat dan martabat orang Melayu. "Jika masih bersikeras mengakui tanah ulayat itu, hidup di dunia tak akan selamat. Percayolah," tegasnya, serasa melajutkan aksi ke PT Arara Abadi Jalan Teuku Umar, Pekanbaru.*
PT Arara Abadi menuding warga suku Sakai merambah lahan miliknya. Alasan itu pula Polda Riau memanggil Tuk Bomo, tetua kampung, kedua kalinya. Namun, kepala suku Sakai ini membantah bila mereka dikatakan merambah hutan.
"Sejak bilo perusahaan itu mengaku lahan itu milik dio. Kuburan atuk, nenek dan ayah aku lahir di sini dan meninggal pada 1957 di lahan ini," tegas Tuk Bomo, disambut histeris pengikutnya agar tetua kampung itu dilepaskan.
Parahnya lagi, aku Tuk Bomo, hasil urung rembuk dengan pihak perusahaan bersama anggota DPRD kabupaten, bahwa masyarakat boleh menempati lahan tersebut. Namun dengan catatan harus menanam tanaman harian. Bahkan pihak perusahaan tidak boleh mengintimidasi.
"Tapi mengapo aku justru dipanggil untuk ditahan. Ini aneh. Apakah pihak aparat juga diintimidasi perusahaan?" tanya Tarmizi.
Tuk Bomo juga menjelaskan pemeriksaan tersebut terkait kepemilikan lahan yang diakui PT Arara Abadi. "Lahan ini milik nenk moyang kami. Dan kami hanya menanam pokok batang Anou (sejenis ubi), lada dan lain-lainya. Tapi lucunya, mengapo saya dipanggil dan dituduh merambah hutan. Ini sudah menyalah," ucapnya.
Alasan itu pula, Tuk Bomo akan mencari siapa yang menuduh pihaknya merambah hutan. "Tak akan selamat hidup di dunia dan akhirat. Dan, jangan salahkan kami," tegasnya.
Sementara Tarmizi L (47) warga suku Sakai yang ikut mengantarkan Tuk Bomo menyebut PT Arara Abadi menduduki kawasan hutan termasuk Hak Penguasaan Hutan (HPH) PT Arara Abadi ini baru-baru ini saja.
"PT AA itu baru beberapa tahun ini saja memiliki surat itu. Sedangkan kami sudah beranak pinak sebelum kemerdekaan RI. Sekarang siapa yang menyerobot?" tanyanya.
Ia juga mengingatkan, Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 743/KPTS-II/1996 tertulis lahan perkampungan, ladang warga harus dilindungi. Termasuk tanah ulayat milik suku Sakai. "Tapi, mengapa ini tidak dilakukan oleh pihak perusahaan?" katanya.
Ditambahkannya, agar PT Arara Abadi secepatnya mencabut laporan di Polda Riau. Karena ini sudah menyangkut harkat dan martabat orang Melayu. "Jika masih bersikeras mengakui tanah ulayat itu, hidup di dunia tak akan selamat. Percayolah," tegasnya, serasa melajutkan aksi ke PT Arara Abadi Jalan Teuku Umar, Pekanbaru.*
0 komentar:
Posting Komentar