Puan Susi bersama Puan Septina Rusli |
CEKAU.COM-Inilah Susi, nama lengkap Hj Raja Susi Dewi Yanti SS MM. Selama bekerja di media, banyak garam dan asam ia cicipi. Kadang, ia juga merasakan pedasnya cabai dalam sebuah investigasi. Sehingga petuah orangtua diambil, ilmu ditelan. Karena dalam etika hidup, kata Susi, ada petatah dan petitih, yang harus dinalarkan dengan logika.
Ada waktu ia torehkan dalam hidupnya. Raja Susi Dewi Yanti, yang acap disapa Susi Yoserizal ini, mencoba mengurai kehidupan dalam satu nafas keyakinan. Ia mulai turun ke bawah, melihat kehidupan masyarakat.
"Kadang, kita memang harus mengurai kehidupan dalam satu nafas keyakinan. Alasan itu pula, saya harus turun ke bawah, melihat kehidupan masyarakat sebenarnya," yakin Susi Yoserizal ini, kepada cekau.com.
Jadwal itu begitu tertib, hingga tak pernah terlintas dalam benaknya, ketika bersua pada seorang gadis, yang hampir seusia dengan anaknya, harus menderita gizi buruk. Sebuah ironi dalam hormoni nyanyian pendek senandung lagu Koesplus Bersaudara: “Kolam Susu”.
Memang pedih untuk mengakui, bahwa keadaan masyarakat sedemikian mengejutkan. Tapi, mungkin juga ia tak memerlukan lingkungan yang terdiri dari pikiran-pikiran yang gesit.
"Adakalanya, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi, tidak membutuhkan pikiran-pikiran di atas kertas, tetapi dapat melihat langsung apa sesungguhnya yang terjadi pada khalayak," terang Susi Yoserizal, kepada cekau.com.
Puan Susi Yoserizal juga menjelaskan, inti kebuntuan itu adalah kemiskinan, yang dibagi-bagi. Hidup bersama diatur ke dalam suatu harmoni di permukaan. Ketika masyarakat kian bertambah dan tanah menjadi bencah itu kian menyempit. Karena itulah ia merasa sedih menyaksikan bagaimana sebuah negeri yang kaya, mendapatkan tiga orang anak yang membutuhkan pelayanan kesehatan tapi luncah lepas pada perhatian publik.
"Kemiskinan kadang membuat masyarakat semakin sulit. Saya sedih menyaksikan bagaimana sebuah negeri yang kaya, mendapatkan tiga orang anak yang membutuhkan pelayanan kesehatan tapi pemerintah justru tidak mengetahuinya," aku Susi Yoserizal ini.*
"Kadang, kita memang harus mengurai kehidupan dalam satu nafas keyakinan. Alasan itu pula, saya harus turun ke bawah, melihat kehidupan masyarakat sebenarnya," yakin Susi Yoserizal ini, kepada cekau.com.
Jadwal itu begitu tertib, hingga tak pernah terlintas dalam benaknya, ketika bersua pada seorang gadis, yang hampir seusia dengan anaknya, harus menderita gizi buruk. Sebuah ironi dalam hormoni nyanyian pendek senandung lagu Koesplus Bersaudara: “Kolam Susu”.
Memang pedih untuk mengakui, bahwa keadaan masyarakat sedemikian mengejutkan. Tapi, mungkin juga ia tak memerlukan lingkungan yang terdiri dari pikiran-pikiran yang gesit.
"Adakalanya, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi, tidak membutuhkan pikiran-pikiran di atas kertas, tetapi dapat melihat langsung apa sesungguhnya yang terjadi pada khalayak," terang Susi Yoserizal, kepada cekau.com.
Puan Susi Yoserizal juga menjelaskan, inti kebuntuan itu adalah kemiskinan, yang dibagi-bagi. Hidup bersama diatur ke dalam suatu harmoni di permukaan. Ketika masyarakat kian bertambah dan tanah menjadi bencah itu kian menyempit. Karena itulah ia merasa sedih menyaksikan bagaimana sebuah negeri yang kaya, mendapatkan tiga orang anak yang membutuhkan pelayanan kesehatan tapi luncah lepas pada perhatian publik.
"Kemiskinan kadang membuat masyarakat semakin sulit. Saya sedih menyaksikan bagaimana sebuah negeri yang kaya, mendapatkan tiga orang anak yang membutuhkan pelayanan kesehatan tapi pemerintah justru tidak mengetahuinya," aku Susi Yoserizal ini.*
0 komentar:
Posting Komentar