Abdullah Qayyum saat obati pasien |
CEKAU.COM-Seorang dokter muda berjalan di pinggir kota yang jauh. Di sebuah teratak di ujung jalan tanah bencah. Ia tertatih melangkah. Berhajad bersua pasien. Pasiennya seorang anak berumur 12 tahun, yang bermata besar, berkulit legam dan berucap tiap kali demamnya membaik: “Pak dokter, terimakasih… terimakasih”. Dokter itu menganggukkan kepalanya sembari mengusap dahi anak itu dengan lembut.
Lalu, dokter itu cepat-cepat keluar, menahan sesuatu di hatinya. Ia teringat semasa dulu. Seperti menahan air matanya kepada seorang anak kecil yang sakit membutuhkan pengobatan. Qayyum tahu, anak itu tak punya harapan sembuh. Ia tahu anak itu tahu.
Tapi dokter itu tak tahu bahwa tiap kali ia melewati jalan tanah yang bencah—meski di pinggir Kota Pekanbaru, ada sesuatu yang menyentuh hati. Sebuah harapan yang kuno sekali. Barangkali, tapi tentunya lebih tinggi tentang memberikan persentuhan kebaikan.
"Inilah sebuah pengalaman hidup saya. Di sana saya menemukan sebuah harapan bagi orang masyarakat kebanyakan tentang pentingnya kesehatan. Adakalanya kita selalu berucap “terima kasih” kepada kehadiran seorang manusia lain. Mesti dalam situasi yang sulit. Bahkan jauh dari keramaian kota," ucap Abdullah Qayyum, kepada cekau.com.
Tak pelak lagi, inilah pengalaman yang acap menghiasi hidup Dr. Abdullah Qayyum, DK, MM, saat bertandang di setiap kelurahan Kota Pekanbaru, dalam sebuah kegiatan sosial yang dilakoninya bersama Yayasan Sumber Daya Manusia Selasih.
Sepanjang perjalanan sosial itu, Abdullah Qayyum merekat kehidupan dalam sosial kemasyarakatan. Abdullah Qayyum bertandang dari 54 kelurahan. Hasilnya, 5.530 pasien ditangani. Dari jumlah pasien itu sebanyak 60% pasien adalah wanita. Rerata banyak mengalami penyakit kulit, katarak, darah tinggi, dan maag. Kini, sebanyak 21 pasien katarak mendapat santunan biaya pengobatan dari yayasan dan swasta.*
0 komentar:
Posting Komentar