CEKAU.COM-Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita puluhan aset tersangka kasus Simulator SIM, Irjen Djoko Susilo di dalam dan luar negeri, kini giliran Politikus Partai Demokrat Benny Kabur Harman juga kembali diperiksa KPK, pada Selasa 19 Maret lalu. Saat ditanya wartawan, dia mengaku melanjutkan pemeriksaan kasus dugaan korupsi simulator.
Benny hadir di Gedung KPK pukul 09.42 WIB. Dia didampingi seorang asistennya. Sebelum masuk ke lobi Gedung KPK, dia sempat memberikan pernyataan. "Pemeriksaan lanjutan. Iya tentang simulator," kata Benny kepada wartawan di Gedung KPK, Selasa (19/3).
Diprediksi kalah dalam Pilgub NTT, politikus Demokrat Benny K Harman kini berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai saksi, mantan Ketua Komisi III DPR itu menjelaskan kepada KPK soal kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korlantas Polri.
Benny menyatakan tidak ada aliran dana ke Komisi Hukum terkait proyek simulator SIM. Dalam kasus itu, mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo telah ditetapkan KPK menjadi tersangka. "Tidak pernah ada," kata Benny usai diperiksa KPK.
Benny juga menyatakan tak pernah menghadiri pertemuan yang digelar Djoko Susilo dan AKBP Teddy Rusmawan dengan sejumlah anggota Komisi III DPR terkait proyek simulator SIM di Restoran King Crab. Benny juga menyatakan tak menghadiri pertemuan di Hotel Dharmawangsa. "Saya tegaskan, saya tidak pernah hadir dalam pertemuan itu," kata Benny.
Benny yang diperiksa selama lima jam itu mengaku dicecar penyidik terkait mekanisme pembahasan anggaran proyek. "Saya ditanya mekanisme pembahasan anggaran di Komisi III dengan mitra kerja termasuk dengan Kepolisian. Saya sudah jelaskan mekanismenya dan apakah dibahas mengenai simulator, saya tegaskan disitu bahwa dalam rapat tidak pernah. Yang dibahas itu PNBP," jelasnya.
Sesuai Peraturan Pemerintah No 50 tahun 2010, Polri selaku lembaga negara berhak menggunakan 90 persen Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetorkan ke negara untuk membiayai kegiatan-kegiatan di Polri. Pada 2010, Polri menyetor PNBP Rp 3 triliun.
Namun, biaya dikeluarkan buat kegiatan-kegiatan di Polri itu tidak serta merta langsung mencomot dari PNBP. Melainkan harus berdasarkan pada penetapan pagu anggaran, yang dibahas terlebih dulu antara Kementerian Keuangan dengan Polri. Hasil pembahasan pagu itu kemudian dimasukkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011, yang diusulkan pemerintah, dalam hal ini Polri, ke DPR.
Usulan pagu anggaran itu kemudian dibahas di Komisi III DPR, dengan Polri sebagai mitra kerja, melalui nota keuangan. Kemudian juga dilakukan pembahasan dalam rapat kerja anggaran melibatkan tiga unsur, yakni Kementerian Keuangan, Komisi III DPR, dan Polri. Hasilnya dinamakan Rencana Kerja dan Anggaran-Kementerian dan Lembaga (RKA-KL).
Hasil pembahasan oleh DPR dan Polri dalam bentuk RKA-KL, kemudian disodorkan lagi ke Kemenkeu. Kemenkeu kemudian menelaah RKA-KL dan hasil akhirnya menjadi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Dalam pemberitaan sebuah majalah, sejumlah anggota Komisi III DPR, yakni; Bambang Soesatyo, Aziz Syamsuddin, dan Herman Heri, sempat beberapa kali melakukan pertemuan dengan pihak Korlantas.
Mereka diduga meminta jatah (fee) miliaran rupiah untuk memuluskan pembahasan DIPA simulator. Dalam salah satu pertemuan, ketiganya bertemu dengan Ketua Panitia Lelang dan Pengadaan Simulator, AKBP Teddy Rusmawan, dan mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo, di Restoran Jepang Nippon-Kan di dalam Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, sekitar 2010.
Sebagai tindak lanjut pertemuan itu, Bendahara Korlantas dan Sekretaris Panitia Pengadaan Simulator, Kompol Legimo Pudjo Sumarto, telah memberikan permintaan keempat anggota DPR itu.
Beberapa waktu lalu, terpidana kasus suap Wisma Atlet, Muhammad Nazaruddin, menuding politikus Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Komisi III DPR terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan simulator Surat Izin Mengemudi roda dua dan empat di Korps Lalu Lintas Polri.
Politikus asal partai berlambang pohon beringin yang disebut Nazaruddin terlibat perkara simulator adalah Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo. Sementara politikus asal PDIP yang juga dituding bermain dalam proyek simulator adalah Herman Heri. Tetapi, ketiganya langsung membantah tudingan suami Neneng Sri Wahyuni itu.*
0 komentar:
Posting Komentar