Ibukota Pindah? |
CEKAU.COM-Hajat seluruh rakyat Indonesia, terutama yang tinggal di luar pulau Jawa, tentunya menginginkan Ibukota negara Indonesia dipindahkan. Bila benar, diambil jajak pendapat, hasil survei tersebut apakah bisa dijadikan dasar hukum? Nah, tentunya tak alasan bagi negara jika ibukota negara dipindahkan karena kondisi banjir. Tetapi setidaknya, wacana pemindahan ini harus terus digaungkan. Soal biaya, infrastruktur, dan kondisi lahan, bukan lagi alasan utama.
"Tapi, apakah negara Indonesia bersedia melakukan jajak pendapat terkait pemindahan ibukota negara? Ah, hasilnya, hasil polling itu warga paling setuju jika Jakarta dipindahkan ke daerah lain," sebut Datuk Dalang, Pemerhati Sosial kepada wartawan.
Datuk menjelaskan, pemindahan tersebut bisa dilakukan sesegera mungkin. Pasalnya, Jakarta sudah terlalu maju dibanding dengan daerah - daerah atau provinsi lain yang ada di Indonesia. Namun, pemindahan tesebut jangan dijadikan tabu alias 'menakutkan' bagi sebuah negara ini. "Intinya, pemerintah jangan menilai pemindahan ibukota ini tabu, tapi jadikan ini sebagai pembelajaran demi bangsa dan negara ke depan," katanya.
Sejumlah daerah, atau provinsi yang layak untuk dijadikan ibukota negara Indoensia ini sangat banyak. Baik dari segi infrastruktur, maupun kondisi alam dan lahan yang masih luas. Sebut saja, pengembangan wilayah di Sumatera, sangat luas. Kalimantan dengan potensi alam yang terbebas dari ancaman gempa, Sulawesi dapat dijadikan sebgai cikal bakal pengembangan wilayah di Indonesia timur.
"Jadi ada tiga pulau besar di Indonesia, yang berpotensi untuk dijadikan ibukota negara Indonesia, seperti Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Sekarang, tinggal niat baik dari pemerintah saja. Kalau presidennya orang Sumatera, tentu hal ini bukan menjadi wacana saja, tetapi sudah mengara ke konstitusi," jelasnya.
Ini juga diakui, Pencetus Gerakan Gotong Royong, Cheppy T Wartono, mengingatkan pemindahan ibukota bukan masalah besar dari sisi biaya. Menurut hitungannya biaya yang dibutuhkan hanya Rp 200 triliun. "Sudah sepantasnya dipindahkan dan ibukota bersama pemerintah pusat di tempat yang jauh dari ancaman bencana seperti di Kalimantan misalnya. Hal ini sudah diinginkan oleh Bung Karno sejak tahun 1957. Saya takjub akan pemikiran BK yang visioner saat itu," katanya kepada wartawan di Jakarta.
Ketua DPC PDI Perjuangan Jakarta Pusat itu menambahkan, menurut beberapa studi dari ahli-ahli, pemindahan sangat dimungkinkan. Persoalannya hanya keberanian politik saja, sebab kalau soal biaya bisa dianggarkan di APBN secara bertahap. "Bila sudah disepakati pindah dan dibuat payung hukumnya, maka harus segera disipakan infsatrukturnya," ucapnya.
Infrastruktur harus dibangun dengan perencanaan yang matang, lanjut Cheppy, dan berjangka panjang, dengan asumsi untuk masa 100-200 tahun yang akan datang. Maka, ibukota yang akan datang akan dibangun dengan konsep yang terencana dan terukur, dan pemimpin mendatang juga harus dipastikan tidak mengubah tata ruang yang telah disepakati.
"Ini bukan persoalan efektif apa tidak. Ini soal masa depan republik. Tidak ada pemborosan kan itu semua nanti menjadi asaet pemerintah juga. Dan asset yang lama bisa dilelang atau diminta agar Pemda DKI membeli untuk daerah penghijauan artinya mengembalikan fungsi-fungsi hutan kota. Ini persoalan keberanian," sebutnya.
Presiden Setuju
Jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta wacana untuk pemindahan ibukota negara tidak didasari bencana banjir yang kerap melanda Jakarta, adalah benar. Tentunya SBY menyebut bahwa pemindahan tersebut harus berdasarkan pemikiran pemerataan pembangunan. SBY juga berharap grand planing pemindahan ibukota negara Indoensia ditetapkan dalam masa jabatannya.
"Wacana pemindahan ibukota negara Indonesia itu harus ditempatkan dalam konteks distribusi dan pemerataan pembangunan di tanah air," kata Velix Wanggai, staf khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah di Jakarta, belum lama ini.
Velix menjelaskan, untuk memantapkan wacana pemindahan ibu kota negara tersebut, SBY mengarahkan pada pemantapan regional plan. Bahkan, SBY berharap di masa kepemimpinannya rencana induk pemindahan itu telah ditetapkan. "Beliau mengarahkan untuk memantapkan regional plan untuk itu, beliau berharap pada periode beliau grand planing sudah bisa ditetapkan," terangnya.
Untuk menetapkan rencana induk kebijakan tersebut, Velix menambahkan, diperlukan dasar hukum yang kuat. Tidak hanya itu, komitmen kuat dari semua pihak, khususnya masyarakat, sangat dibutuhkan agar rencana ini bisa terwujud. "Saat ini sedang exercise, karena itu keputusan besar di suatu negara," dia menambahkan.
Setelah menetapkan rencana induk, tahap selanjutnya adalah pembangunan. Tahap ini, kata dia, memerlukan waktu yang lumayan lama. "Tahap ke dua konstruksi, pengalaman di negara lain bisa empat sampai enam tahun," katanya. Menurut dia, di negara-negara lain, seperti Australia dan Brazil, butuh waktu paling cepat enam tahun masa transisi.
Setelah selesai, selanjutnya proses pemindahan instrumen pemerintahan. Mulai dari personel sampai perangkat lainnya. Akibatnya, grand strategic planing itu bisa mengalami proses selama 15 tahun. "Ini tidak cukup dengan Keppres. Ini bukan keputusan Presiden saat ini, tapi keputusan bangsa yang secara komitmen harus dilakukan bersama," katanya.
Wacana Sah-sah Saja
Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, mengatakan pemerintah sampai saat ini belum memiliki rencana strategis terkait wacana pemindahan ibukota. Namun, pemerintah mempersilakan masyarakat berwacana soal pemindahan ibu kota itu. "Sampai dengan saat ini belum ada rencana strategis dari pemerintah untuk memindahkan ibu kota," ujar Agus di Monas, Jakarta.
Agus juga mengaku pemerintah belum melakukan pertemuan resmi yang khusus membahas wacana ini. Menurut dia, jika wacana tersebut benar-benar akan diimplementasikan, maka perlu pembahasan yang matang oleh seluruh elemen pemerintahan, baik pusat maupun daerah. "Sampai saat ini, secara resmi belum dibahas," katanya.
Wacana pemindahan ibu kota ke daerah lain kembali mencuat untuk mencari solusi pwemasalahan Jakarta. Kemacetan yang akut dan seringnya banjir yang merendam Jakarta menjadi salah satu alasan wacana ini menyeruak.
Sejumlah kalangan sepakat dengan wacana pemindahan ibukota ini. Namun, tak sedikit pula yang menentangnya. Sejumlah daerah pun diajukan sebagai kandidat pengganti Jakarta, antara lain Jonggol, Jawa Barat, dan Palangkaraya, Kalimantan Tengah dan Riau. Paling tidak wacana ini bukan sekedar isu, tetapi lebih mengedepankan pemerataan wilayah, yang lebih luas. Intinya, jangan sampai rakyat berkecamuk, baru urusan wacana dipaksakan.*
0 komentar:
Posting Komentar