CEKAU.COM-Perayaan Imlek merupakan tradisi masyarakat Tionghoa yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Perayaan Tahun baru Imlek juga merupakan tradisi perayaan dengan sejarah terlama, termeriah dan teramai hingga kini. Bahkan, ada cerita menarik tentang Mengusir Nian. Nah, simak tulisannya.
Pada zaman dulu perayaan Imlek merupakan perayaan tahun baru(berdasarkan yang yang li/kalender matahari). Pada tanggal 27 September 1949, Pemerintah RRC menetapkan tanggal 1 Januari sebagai perayaan tahun baru dan perayaan Imlek ditetapkan sebagai perayaan musim semi. Di Cina itu ada banyak desa. Setiap tahun selama musim semi, orang-orang desa sibuk menanam padi.
Pada musim gugur, mereka memanen padi, Hasil panen itu disimpan dalam lumbung sebagai persiapan menghadapi musim dingin. Setiap kali musim dingin tiba, penduduk desa merasa sangat cemas. Mereka takut makhluk aneh akan datang ke desa mereka.
Makhluk ini sangat mengerikan. Di kepalanya ada lima tanduk tajam. Sepasang matanya menyorot tajam. Gigi dan kukunya juga tajam. Dan tinggal di dasar lautan yang sangat dalam dan dingin.
Makhluk ini sangat kuat. Kalau dia berjalan, bukit-bukit dan rumah-rumah roboh diinjaknya. Lebih gawat lagi, dia suka menangkap dan memakan manusia ! Orang-orang desa memperhatikan bahwa makhluk itu hanya muncul setahun sekali. Dia datang pada malam tahun baru dan menghilang tepat pada tengah malam. Orang-orang desa menyebut makhluk itu Nian, yang artinya tahun.
Tetapi monster ini mempunyai satu kebiasaan yang sangat ditakuti oleh seluruh penduduk desa yakni: setiap 365 hari sekali dia akan keluar dari dasar lautan naik kedaratan untuk mencari mangsa. Monster “nian” akan menerkam dan menelan segala mahkluk hidup yang dia temukan. Waktu dimana monster “nian” keluar dari dasar lautan adalah di malam tahun baru Imlek (chu xi).
Maka setiap malam Imlek seluruh penduduk desa akan mengungsi dan bersembunyi di dalam hutan diatas puncak bukit untuk menghindari serangan dari monster “nian”.
Pada malam tahun baru, semua orang desa mengunci diri di rumah. Mereka berdoa semoga mereka selamat dari serangan Nian. Ketika Tahun Baru tiba, barulah mereka berani keluar rumah. Mereka yang lolos dari maut merasa sangat bersyukur dan saling mengucapkan "Gong Xi! Gong Xi! Selamat! Selamat!"
Orang-orang desa mengadakan perayaan selama lima belas hari. Setelah itu mereka bekerja dan menanam padi lagi. Sepanjang tahun mereka sibuk, tapi ketika Tahun Baru hampir tiba, mereka kembali dicekam tetakutan. Setelah bertahun-tahun menjadi sasaran Nian, orang-orang desa tak tahan lagi. Mereka berkumpul untuk mencari jalan ke luar.
Cerita Mengusir Nian
Mereka ingin mengusir Nian selama-lamanya dari desa mereka. Bagaimana caranya? Ada yang mengusulkan agar Nian dibunuh saja. Tapi usul itu ditolak oleh orang-orang yang menganggap Nian sebagai utusan Tuhan. Mereka takut Tuhan marah jika makhluk itu dibunuh. Orang-orang desa itu jadi kebingungan. Mereka tak dapat mnecapai kata sepakat. Beruntung ada Guru Zhao, cendekiawan di desa itu. Guru zhao dengan tegas mengatakan bahwa Nian adalah makhluk jahat, bukan utusan Tuhan.
“Tuhan memberkati dan melindungi kita. Dia tidak mungkin mengirim makhluk seperti Nian untuk membunuh kita,” guru Zhao menjelaskan.
“Kurasa Nian takut pada benda apa pun yang berwarna merah,” tambah pria lain. “Dua tahun lalu aku memasang lampion dan kain merah di atas pintu rumahku. Nian tidak menyerang rumahku. Tapi dia menghancurkan rumah-rumah tetanggaku yang tidak dilindungi lampion dan kain merah.”
Hal ini terus berlangsung sampai akhirnya ada seorang pengemis yang datang mengunjungi kampung tersebut. Pakaiannya yang lusuh dan kotor membuat orang enggan mengacuhkannya. Namun ada seorang pasangan suami istri tua yang bersedia menerimanya dan memberinya makan. Malam Imlek pun tiba, semua penduduk kampung sibuk untuk bersembunyi dari monster “nian”.
Pasangan suami isteri tua itu pun menasehati sang pengemis untuk segera meninggalkan kampung dan bersembunyi ke puncak gunung. Tetapi sang pengemis menolak sambil berkata :”Bolehkan nenek mengizinkan saya tinggal di rumah nenek malam ini? Saya berjanji akan mengusir monster yang mengerikan itu”.
Akhirnya nenek pun menyetujui permintaan sang pengemis. Malam Imlek pun tiba, “Nian” sudah bersiap untuk naik ke daratan dan mencari mangsa untuk disantap. Tetapi pada saat dia memasuki sebuah rumah dia merasa sangat terkejut karena sangat berbeda dari tahun sebelumnya. Rumah tersebut diterangi oleh cahaya lilin dari lampion. Saat monster “Nian” melangkah masuk ke halaman rumah alangkah terkejut dan ketakutannya dia mendengar suara petasan yang begitu besar.
Belum lagi habis rasa terkejutnya, dari dalam rumah muncul seorang pria dengan pakaian berwarna merah. “Nian” merasa sangat ketakutan dan segera berlari meninggalkan kampung tersebut.
Keesokan harinya para pengungsi pun kembali , merasa sangat terkejut dan bingung karena kondisi rumah mereka tetap rapi sama seperti saat ditinggalkan, tidak diporak-poranda oleh monster “Nian”.
Saat itu barulah pasangan suami istri tua itu mengerti tentang janji sang pengemis yang akan mengusir monster “Nian” dari kampung mereka.
Seorang pemuda berkata, “Aku dan teman-temanku menari Barongsai pada Malam Tahun Baru. Ketika melihat Nian, kami memukul gong dan tambur dengan lebih keras. Nian ketakutan dan lari ke hutan.”
“Sekarang kita tahu apa saja yang ditakuti Nian,” kata Guru Zhao. “Nian takut pada benda-benda berwarna merah, petasan, dan bunyi gong serta tambur. Jadi mulai sekarang, menjelang tahun baru setiap rumah harus memasang lampion dan kain merah. Juga menyediakan petasan. Sementara para pemuda bersiap-siap mengusir Nian dengan tarian Barongsai.”
Orang-orang desa itu pulang dan bersiap-siap. Para ibu membuat ikat pinggang merah untuk seluruh anggota keluarga mereka. Para ayah memasang lampion dan kain merah di atas pintu rumah mereka. Para pemuda membentuk kelompok-kelompok Barongsai dan berlatih memukul gong serta tambur.
Malam tahun baru tiba. Semua orang sangat bersemangat. Mereka memakai ikat kepala atau ikat pinggang merah. Bapak-bapak membawa senjata seperti pedang, tombak, busur, dan anak panah. Anak-anak membawa petasan. Mereka semua sudah siap untuk mengusir Nian. Sekarang orang-orang desa itu tak takut lagi pada Nian. Mereka bertekad untuk melawannya. Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu tiba ! Nian datang ! Orang-orang desa segera menyalakan petasan. Semuanya meledak dengan bunyi yang memekakkan telinga. Gong dan tambur dipukul keras-keras.
Pedang dihunus dan tombak siap ditikamkan. Nian sama sekali tak menduga dirinya akan diserang secara mendadak begitu. Dia mengerang kesakitan ketika pedang dan tombak bertubi-tubi menghunjam tubuhnya. Lebih-lebih, ketika hujan anak panah menerpanya. Dengan ketakutan dia berlari pulang ke tempat asalnya. Orang-orang desa sangat gembira.
Sejak itu, setiap tahun baru orang-orang Cina menghiasi rumah mereka dengan lampion dan kain merah. Mereka juga merayakan Tahun Baru dengan tarian Barongsai dan petasan.
Ternyata monster “Nian” sangat takut dengan cahaya terang dari lampion dan lilin. Dia juga takut pada suara keras dari petasan yang dibakar dan warna merah.
Dengan sangat cepat kabar ini pun tersiar ke seluruh kampung sekitarnya. Maka sejak saat itu, para penduduk kampung selalu menggantungkan lampion, menghiasi rumah mereka dengan ornament ornamen yang berwarna merah pada malam Tahun Baru Imlek. (dari berbagai sumber)*
Pada zaman dulu perayaan Imlek merupakan perayaan tahun baru(berdasarkan yang yang li/kalender matahari). Pada tanggal 27 September 1949, Pemerintah RRC menetapkan tanggal 1 Januari sebagai perayaan tahun baru dan perayaan Imlek ditetapkan sebagai perayaan musim semi. Di Cina itu ada banyak desa. Setiap tahun selama musim semi, orang-orang desa sibuk menanam padi.
Pada musim gugur, mereka memanen padi, Hasil panen itu disimpan dalam lumbung sebagai persiapan menghadapi musim dingin. Setiap kali musim dingin tiba, penduduk desa merasa sangat cemas. Mereka takut makhluk aneh akan datang ke desa mereka.
Makhluk ini sangat mengerikan. Di kepalanya ada lima tanduk tajam. Sepasang matanya menyorot tajam. Gigi dan kukunya juga tajam. Dan tinggal di dasar lautan yang sangat dalam dan dingin.
Makhluk ini sangat kuat. Kalau dia berjalan, bukit-bukit dan rumah-rumah roboh diinjaknya. Lebih gawat lagi, dia suka menangkap dan memakan manusia ! Orang-orang desa memperhatikan bahwa makhluk itu hanya muncul setahun sekali. Dia datang pada malam tahun baru dan menghilang tepat pada tengah malam. Orang-orang desa menyebut makhluk itu Nian, yang artinya tahun.
Tetapi monster ini mempunyai satu kebiasaan yang sangat ditakuti oleh seluruh penduduk desa yakni: setiap 365 hari sekali dia akan keluar dari dasar lautan naik kedaratan untuk mencari mangsa. Monster “nian” akan menerkam dan menelan segala mahkluk hidup yang dia temukan. Waktu dimana monster “nian” keluar dari dasar lautan adalah di malam tahun baru Imlek (chu xi).
Maka setiap malam Imlek seluruh penduduk desa akan mengungsi dan bersembunyi di dalam hutan diatas puncak bukit untuk menghindari serangan dari monster “nian”.
Pada malam tahun baru, semua orang desa mengunci diri di rumah. Mereka berdoa semoga mereka selamat dari serangan Nian. Ketika Tahun Baru tiba, barulah mereka berani keluar rumah. Mereka yang lolos dari maut merasa sangat bersyukur dan saling mengucapkan "Gong Xi! Gong Xi! Selamat! Selamat!"
Orang-orang desa mengadakan perayaan selama lima belas hari. Setelah itu mereka bekerja dan menanam padi lagi. Sepanjang tahun mereka sibuk, tapi ketika Tahun Baru hampir tiba, mereka kembali dicekam tetakutan. Setelah bertahun-tahun menjadi sasaran Nian, orang-orang desa tak tahan lagi. Mereka berkumpul untuk mencari jalan ke luar.
Cerita Mengusir Nian
Mereka ingin mengusir Nian selama-lamanya dari desa mereka. Bagaimana caranya? Ada yang mengusulkan agar Nian dibunuh saja. Tapi usul itu ditolak oleh orang-orang yang menganggap Nian sebagai utusan Tuhan. Mereka takut Tuhan marah jika makhluk itu dibunuh. Orang-orang desa itu jadi kebingungan. Mereka tak dapat mnecapai kata sepakat. Beruntung ada Guru Zhao, cendekiawan di desa itu. Guru zhao dengan tegas mengatakan bahwa Nian adalah makhluk jahat, bukan utusan Tuhan.
“Tuhan memberkati dan melindungi kita. Dia tidak mungkin mengirim makhluk seperti Nian untuk membunuh kita,” guru Zhao menjelaskan.
“Kurasa Nian takut pada benda apa pun yang berwarna merah,” tambah pria lain. “Dua tahun lalu aku memasang lampion dan kain merah di atas pintu rumahku. Nian tidak menyerang rumahku. Tapi dia menghancurkan rumah-rumah tetanggaku yang tidak dilindungi lampion dan kain merah.”
Hal ini terus berlangsung sampai akhirnya ada seorang pengemis yang datang mengunjungi kampung tersebut. Pakaiannya yang lusuh dan kotor membuat orang enggan mengacuhkannya. Namun ada seorang pasangan suami istri tua yang bersedia menerimanya dan memberinya makan. Malam Imlek pun tiba, semua penduduk kampung sibuk untuk bersembunyi dari monster “nian”.
Pasangan suami isteri tua itu pun menasehati sang pengemis untuk segera meninggalkan kampung dan bersembunyi ke puncak gunung. Tetapi sang pengemis menolak sambil berkata :”Bolehkan nenek mengizinkan saya tinggal di rumah nenek malam ini? Saya berjanji akan mengusir monster yang mengerikan itu”.
Akhirnya nenek pun menyetujui permintaan sang pengemis. Malam Imlek pun tiba, “Nian” sudah bersiap untuk naik ke daratan dan mencari mangsa untuk disantap. Tetapi pada saat dia memasuki sebuah rumah dia merasa sangat terkejut karena sangat berbeda dari tahun sebelumnya. Rumah tersebut diterangi oleh cahaya lilin dari lampion. Saat monster “Nian” melangkah masuk ke halaman rumah alangkah terkejut dan ketakutannya dia mendengar suara petasan yang begitu besar.
Belum lagi habis rasa terkejutnya, dari dalam rumah muncul seorang pria dengan pakaian berwarna merah. “Nian” merasa sangat ketakutan dan segera berlari meninggalkan kampung tersebut.
Keesokan harinya para pengungsi pun kembali , merasa sangat terkejut dan bingung karena kondisi rumah mereka tetap rapi sama seperti saat ditinggalkan, tidak diporak-poranda oleh monster “Nian”.
Saat itu barulah pasangan suami istri tua itu mengerti tentang janji sang pengemis yang akan mengusir monster “Nian” dari kampung mereka.
Seorang pemuda berkata, “Aku dan teman-temanku menari Barongsai pada Malam Tahun Baru. Ketika melihat Nian, kami memukul gong dan tambur dengan lebih keras. Nian ketakutan dan lari ke hutan.”
“Sekarang kita tahu apa saja yang ditakuti Nian,” kata Guru Zhao. “Nian takut pada benda-benda berwarna merah, petasan, dan bunyi gong serta tambur. Jadi mulai sekarang, menjelang tahun baru setiap rumah harus memasang lampion dan kain merah. Juga menyediakan petasan. Sementara para pemuda bersiap-siap mengusir Nian dengan tarian Barongsai.”
Orang-orang desa itu pulang dan bersiap-siap. Para ibu membuat ikat pinggang merah untuk seluruh anggota keluarga mereka. Para ayah memasang lampion dan kain merah di atas pintu rumah mereka. Para pemuda membentuk kelompok-kelompok Barongsai dan berlatih memukul gong serta tambur.
Malam tahun baru tiba. Semua orang sangat bersemangat. Mereka memakai ikat kepala atau ikat pinggang merah. Bapak-bapak membawa senjata seperti pedang, tombak, busur, dan anak panah. Anak-anak membawa petasan. Mereka semua sudah siap untuk mengusir Nian. Sekarang orang-orang desa itu tak takut lagi pada Nian. Mereka bertekad untuk melawannya. Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu tiba ! Nian datang ! Orang-orang desa segera menyalakan petasan. Semuanya meledak dengan bunyi yang memekakkan telinga. Gong dan tambur dipukul keras-keras.
Pedang dihunus dan tombak siap ditikamkan. Nian sama sekali tak menduga dirinya akan diserang secara mendadak begitu. Dia mengerang kesakitan ketika pedang dan tombak bertubi-tubi menghunjam tubuhnya. Lebih-lebih, ketika hujan anak panah menerpanya. Dengan ketakutan dia berlari pulang ke tempat asalnya. Orang-orang desa sangat gembira.
Sejak itu, setiap tahun baru orang-orang Cina menghiasi rumah mereka dengan lampion dan kain merah. Mereka juga merayakan Tahun Baru dengan tarian Barongsai dan petasan.
Ternyata monster “Nian” sangat takut dengan cahaya terang dari lampion dan lilin. Dia juga takut pada suara keras dari petasan yang dibakar dan warna merah.
Dengan sangat cepat kabar ini pun tersiar ke seluruh kampung sekitarnya. Maka sejak saat itu, para penduduk kampung selalu menggantungkan lampion, menghiasi rumah mereka dengan ornament ornamen yang berwarna merah pada malam Tahun Baru Imlek. (dari berbagai sumber)*
0 komentar:
Posting Komentar