Rusli Zainal |
CEKAU.COM-Gubernur Riau, HM Rusli Zainal MP kembali diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan ketiga kali ini bukan saja terkait kasus penyuapan revisi Perda No 6 Tahun 2010 tentang Pembiayaan Pembangunan Venue Menembak Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII di Riau, tetapi meluas dengan dugaan korupsi pada proyek pembangunan Main Stadium PON senilai Rp 1,118 triliun di Kampus Universitas Riau, Panam, Pekanbaru.
Untuk ketiga kalinya dipanggil KPK ini, Rusli masih diperiksa sebagai saksi terhadap tujuh anggota DPRD Riau yang ditetapkan tersangka. Adalah Adrian Ali dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Abu Bakar Sidiq dan Zulfan Heri dari Fraksi Partai Golkar, Tengku Muhazza dari Fraksi Partai Demokrat, Toerehan Asy'ari dari Fraksi PDIP, Syarif Hidayat dan Muhammad Roem Zein dari Fraksi PPP.
Adanya pemeriksaan Gubernur Riau itu, diakui juru bicara KPK, Johan Budi kepada wartawan. "Benar, Gubernur Riau, Jumat 25 Januari 2013 diperiksa sebagai saksi untuk tujuh tersangka dari DPRD Riau. Surat pemanggilan telah kita layangkan," sebutnya.
Sementara, Ketua KPK Abraham Samad belum mau berkomentar kemungkinan peningkatan status Rusli Zainal usai pemeriksaan. Namun, ia memastikan status Rusli. Selain pemeriksaan terhadap Rusli Zainal, KPK juga akan menggelar gelar perkara atau ekspose kasus suap PON pada hari ini. Dia berharap kelima orang komisioner KPK bisa hadir.
"Semoga besok kelimanya bisa kumpul semuanya, maka bisa dilakukan ekspose perkara," tambahnya.
Dalam gelar perkara nanti, lanjut Abraham, KPK tak lagi berpusat pada kasus suap revisi Perda No 6 Tahun 2010 saja, tapi telah meluas dengan dugaan korupsi di proyek pembangunan Main Stadium PON. "Ini merupakan pengembangan dari kasus suap revisi Perda No 6/2010," jelas Abraham.
Rusli Penuhi Panggilan KPK
Penuhi pemanggilan KPK, Rusli Zainal mengenakan kemeja coklat datang sekitar pukul 9.15 WIB. Ditemani salah seorang stafnya, Rusli tetap belum mau berkomentar banyak kepada wartawan. Namun dia bilang akan memberikan keterangan sebagai saksi kasus tersebut. "Hari ini sebagai saksi. Nanti ya, nanti," kata Rusli, sebelum memasuki gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
"Insya Allah nanti saya sampaikan yang sebenarnya," tambah pria asal Kabupaten Indragiri Hilir, Riau ini, yang terus melangkahkan kaki masuk ke gedung.
Dalam pemeriksaan, Rusli Zainal membantah telah memerintahkan untuk memberi suap kepada anggota DPRD Riau. "Saya tidak ikut memerintahkan dan sudah terbukti (terdakwa) yang sudah incraht," kata Rusli Zainal, usai pemeriksaan.
Sekitar enam jam, Rusli Zainal keluar dari Gedung KPK pada pukul 15.10 WIB. Dalam pemeriksaan, ia sudah ditanyakan kesaksian untuk tujuh orang anggota DPRD Riau yang sudah jadi tersangka. Selain itu, ia juga membantah telah memberikan perintah untuk melakukan suap kepada anggota DPRD Riau karena telah membahas Perda Nomor 6/2010.
Sementara terkait adanya perintah dari dirinya, ia berkelit dalam putusan tiga orang terdakwa yang sudah diputus vonisnya, sudah tidak ada lagi namanya. "Tentu saya membantah, tidak ada perintah saya. Saya masih saksi, saya kan baru dimintai keterangan sebagai saksi, lanjutan dari yang kemarin," jelasnya, seperti dikutip republikaonline.
Pemeriksaan ketiga kalinya ini, Gubernur Riau, Rusli diperiksa terkait kasus penyelidikan dan dua kali dalam penyidikan. Dari sekian banyak tersangka yang ditetapkan KPK, tinggal tersisa tujuh orang tersangka dari anggota DPRD Riau yang masih ditangani.
10 Tersangka Mengelak
Kasus ini, ada lebih dari 10 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Seperti diketahui, saat bersaksi untuk terdakwa Eka Dharma Putra dan Rahmat Syahputra di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau, Kamis 2 Agustus 2012, tersangka Lukman Abbas, mantan Kadispora Riau menyebutkan, pemberian uang suap Rp 900 juta kepada anggota DPRD Riau atas sepengetahuan Rusli.
Sementara, selain Adrian Ali, KPK telah enam tersangka anggota DPRD Riau lainnya, Rabu (23/1) di gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta. Mereka diperiksa sebagai tersangka.
Usai diperiksa, Zulfan Heri berkelit dan mengatakan mereka cuma korban. Dia malah menuduh pimpinan DPRD Riau yang paling bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan revisi Perda No 6/2010. "Kita ini korban. Kebijakan revisi Peraturan Daerah nomor 6 itu berada di pimpinan DPRD. Unsur pimpinan yang harus bertanggung jawab terhadap perda ini," kata Zulfan.
Zulfan juga mengelak dari tuduhan menerima suap. "Kita kan pansus ada 20 orang. Kita terus terang tidak terima uang. Itu kita tegaskan. Oke ya," ujar Zulfan, sambil berlalu masuk ke mobil tahanan.
Menurut penasehat hukum Zulfan, Alfian, kliennya hanya sebatas anggota Panitia Khusus, tidak terlibat langsung dalam pengambilan keputusan. Menurut dia, inisiatif pengubahan perda itu datang dari Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau. "Mereka ini kan hanya membahas tentang lingkungan saja, baik pak Zulfan Heri dan kawan-kawan. Hanya sebatas pansus saja," kata Alfian.
Kuasa Hukum Adrian Ali, Ajiun Asyari justru menilai pengakuan kliennya, selain pembahasan formal, ternyata ada pertemuan informal beberapa hari pada akhir Desember 2011 antara pihak Pemprov Riau, KSO Proyek, dan pihak DPRD Riau.
"Ada lobi-lobi dan janji-janji pada pertemuan informal. Hadir juga sebagaian Pansus, Pemprov dan KSO. Dari pemerintah diwakili Kadispora. Pertemuan itu terjadi 3 kali di rumah Wakil Ketua DPRD Riau, Taufan Andoso Yakin dan 1 kali di rumah Ketua DPRD Riau," beber Ajiun.
Malah, Ajiun tidak bisa berspekulasi saat disinggung soal keterlibatan Gubernur sekaligus Ketua PB PON Riau Rusli Zainal. Kendati demikian, dia mengungkapkan jika setiap pertemuan tersebut selalu dihadiri perwakilan Gubernur Riau, yakni Kadispora Riau Lukman Abbas. "Yang mewakili Kadispora bertemu pihak pansus," ujarnya.
Hal ini justru dibantah Ketua DPRD Riau, Johar Firdaus. "Saya sama sekali tidak mengetahui adanya permintaan uang lelah tersebut. Saya sudah jelaskan di bawah sumpah di persidangan Tipikor. Bahwa saya sama sekali tidak pernah mengetahui hal itu," kata Ketua DPRD Riau Johar Firdaus, Kamis (24/1), di Pekanbaru.
Menurut Johar, selaku pimpinan dewan, dirinya memang terlibat dalam pembahasan revisi perda tersebut. Namun, hal itu bukan berarti dirinya mengetahui soal adanya permintaan uang lelah. "Dalam revisi perda memang melibatkan semua anggota dan pimpinan dewan yang akhirnya membentuk Tim Pansus. Tapi bukan berarti saya melakukan lobi-lobi untuk meminta uang lelah itu," kata Johar.
Johar tidak membantah ada pertemuan di rumah dinasnya membicarakan uang lelah. Dia menyebutkan, pertemuan itu hanya menindaklanjuti hasil konsultasi dengan Dirut Anggaran Daerah Kementrian Dalam Negeri.
"Dalam pertemuan di rumah dinas itu kita membahas tentang pelaksanaan tender proyek PON dan kajian aspek hukumnya. Dalam rapat tersebut, kita undang Kadispora, dan Kepala Biro Hukum Pemprov Riau. Tapi rapat batal dilaksanakan, karena kedua pejabat tersebut tidak datang waktu itu. "Jadi kesannya ada rekayasa untuk terus menyeret saya dalam kasus ini," kata politikus Golkar itu.
Ketujuh tersangka dari anggota DPRD Riau itu kini ditahan di rumah tahanan (rutan) Cipinang dan rutan Jakarta Timur cabang KPK di Denpom Guntur Kodam Jaya sejak Selasa (15/1). Mereka disangkakan atas pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP.
Selain ketujuh orang tersebut, dua anggota DPRD Riau dalam kasus suap PON yaitu Faisal Aswan dari fraksi Golkar dan M Dunir dari fraksi PKB telah divonis pidana 4 tahun penjara dalam kasus yang sama, sementara mantan Wakil Ketua DPRD Riau dari Fraksi PAN, Taufan Andoso masih berstatus terdakwa.
M Dunir dikenal sebagai Ketua Pansus revisi Perda PON, sedangkan Faisal adalah yang menerima titipan uang senilai Rp900 juta dari pihak kontraktor yang diduga sebagai uang jasa (uang lelah) dalam penuntasan revisi perda yang dominan adalah untuk penambahan anggara pada PON XVIII, September 2012.
Rupanya, imbal balas atas hadiah itu, Taufan dan rekan-rekannya berjanji bakal mengesahkan rencana revisi Perda tentang Perubahan Perda Nomor 6/2010 yakni Pengikatan Dana Anggaran Kegiatan Tahun Jamak untuk pembangunan arena menembak dan stadion utama PON XVIII Provinsi Riau.
Perda yang akan direvisi ada dua, yakni Perda No 6 dan Perda No 5, bila revisi perda pertama lolos, pihak perusahaan atas perintah Pemprov Riau melalui Kadispora, Lukman Abbas waktu itu, akan memberikan kembali Rp900 juta dengan total Rp1,8 miliar. Saat pemberian uang suap itu, KPK langsung menangkap basah Faisal yang menerima uang di rumahnya, di kawasan Simpang Tiga, Pekanbaru, Riau.*
0 komentar:
Posting Komentar