CEKAU.COM-Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo menjadi calon presiden paling potensial menurut Lembaga survei Media Survei Nasional (Median). Meski demikian, PDIP berdasarkan hasil Rakernas tetap mengusung Megawati sebagai capres pada 2014. Kok bisa?
"Sikap kami berdasarkan hasil Rakernas di Bandung tahun 2012 menyerahkan kepada Bu Megawati, karena yang penting bagi kami bagaimana konsepsi pemerintahan ke depan. Tapi tentu kita akan melihat bagaimana harapan rakyat," kata Wasekjen DPP PDIP Hasto Kristianto, Jumat (17/5).
Menurutnya, bagi PDIP untuk menjadi pemimpn tidak hanya modal elektabilitas seperti yang dirilis hasil survei, tapi perlu komitmen kebangsan untuk selesaikan bangsa yang kian hari menghadapi persoalan serius.
"Belajar dari 2004 mengukur calon presiden bagi Indonesia nggak cukup elektabilitas, jangan sampai karena elektabilitas kemudian berorientasi politik. Meski sepenuhnya kita serahkan pada rakyat," ujarnya.
Karenanya, PDIP meminta agar Jokowi tetap konsen dulu dengan tugasnya sebagai Gubernur DKI. "Saya lihat Pak Jokowi konsen penuhi dulu janji perubahannya sebagai gubernur, rakyat di bantaran sungai tentu mengharapkan perbaikan di sungai, rakyat yang tinggal di tempat kumuh juga harapkan yang sama. Kemudian masalah terbosan mengatasi kemacetan, itu jadi skala prioritas. Soal elektabilitas yang tinggi itu dinamika," lanjutnya.
Sementara soal faktor yang menentukan elektabilitas Jokowi sebagai capres, menurut Hasto hal itu karena Jokowi menampikan sisi lain kepemimpinan. "Elektabilitas Jokowi antitesa kepemimpinan SBY yang segala sesuatunya dicitrakan," ucap Hasto.
Walau begitu, politisi PDIP, Ganjar Pranowo, menilai hasil survei itu menjadi acuan PDIP dalam menentukan calon presiden. "Sebagai hasil survei tentu itu jadi acuan kita melihat siapa yang muncul di publik, tapi partai punya mekanisme sendiri (menentukan capres)," kata politisi PDIP Ganjar Pranowo.
Namun menurut Ganjar, yang terpenting saat ini adalah ketentuan Undang-undang bagi partai dalam mengusung calon presiden. Apakah syarat minimum presidential treshold bisa dipenuhi partai. "Presentase (presidential treshold) di Undang-undang Pilpres berapa agar parpol bisa mengusung capres? Ini yang harus diperhatikan," ungkapnya.
"Jadi kita sering tergesa-gesa ini calon partai ini, tapi orang lupa apakah parpol memenuhi syarat minum pengajuan capres," lanjut Ganjar.
Ia menuturkan, syarat yang saat ini Undang-undangnya masih dalam perdebatan itu perlu jelas dulu disepkati untuk menjadi acuan parpol. Jika parpol bisa mengajukan capres maka akan ada mekanisme internal untuk mengusung nama, namun jika tidak maka perlu koalisi. "Jadi kita konsen dulu untuk Pemilu, termasuk Undang-undang Pilpres," ucapnya.
Sementara terkait keterpilihan Jokowi dalam hasil survei, menurutnya tak lain karena Gubernur DKI itu populer di kalangan masyarakat. "Ya karena terkenal saja, kalau besok ada lembaga survei lain yang memunculkan nama mas Jokowi lagi ya silakan nilai. Ini eranya publikasi," kata anggota komisi II DPR itu.
Ketua DPP Partai Gerindra, Desmon J Mahesa, menilai hasil survei itu tidak akan membuat Gerindra mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden. "Bagi kita Jokowi fenomenal itu kan jadi gubernur DKI didukung Gerindra juga. Tapi untuk capres tidak mengkhawatirkan," kata Ketua Desmon, Jumat (16/5).
Gerindra dalam posisi tak yakin Jokowi akan dicapreskan. Bahkan Prabowo malah sempat mengincar Jokowi menjadi cawapres Prabowo. "Kalau bicara mengkhawatirkan sebenarnya tidak ada yang mengkhawatirkan. Kita bertanya Jokowi didukung siapa?" kata Desmon.
Survei yang dilaunching oleh Media Survei Nasional (Median) yang menempatkan Jokowi sebagai capres paling potensial juga dipertanyakan. Karena nama besar seperti Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto tumbang di bawah Jokowi. Gerindra sendiri masih yakin akan memenangkan Prabowo di Pilpres 2014 mendatang.*
"Sikap kami berdasarkan hasil Rakernas di Bandung tahun 2012 menyerahkan kepada Bu Megawati, karena yang penting bagi kami bagaimana konsepsi pemerintahan ke depan. Tapi tentu kita akan melihat bagaimana harapan rakyat," kata Wasekjen DPP PDIP Hasto Kristianto, Jumat (17/5).
Menurutnya, bagi PDIP untuk menjadi pemimpn tidak hanya modal elektabilitas seperti yang dirilis hasil survei, tapi perlu komitmen kebangsan untuk selesaikan bangsa yang kian hari menghadapi persoalan serius.
"Belajar dari 2004 mengukur calon presiden bagi Indonesia nggak cukup elektabilitas, jangan sampai karena elektabilitas kemudian berorientasi politik. Meski sepenuhnya kita serahkan pada rakyat," ujarnya.
Karenanya, PDIP meminta agar Jokowi tetap konsen dulu dengan tugasnya sebagai Gubernur DKI. "Saya lihat Pak Jokowi konsen penuhi dulu janji perubahannya sebagai gubernur, rakyat di bantaran sungai tentu mengharapkan perbaikan di sungai, rakyat yang tinggal di tempat kumuh juga harapkan yang sama. Kemudian masalah terbosan mengatasi kemacetan, itu jadi skala prioritas. Soal elektabilitas yang tinggi itu dinamika," lanjutnya.
Sementara soal faktor yang menentukan elektabilitas Jokowi sebagai capres, menurut Hasto hal itu karena Jokowi menampikan sisi lain kepemimpinan. "Elektabilitas Jokowi antitesa kepemimpinan SBY yang segala sesuatunya dicitrakan," ucap Hasto.
Walau begitu, politisi PDIP, Ganjar Pranowo, menilai hasil survei itu menjadi acuan PDIP dalam menentukan calon presiden. "Sebagai hasil survei tentu itu jadi acuan kita melihat siapa yang muncul di publik, tapi partai punya mekanisme sendiri (menentukan capres)," kata politisi PDIP Ganjar Pranowo.
Namun menurut Ganjar, yang terpenting saat ini adalah ketentuan Undang-undang bagi partai dalam mengusung calon presiden. Apakah syarat minimum presidential treshold bisa dipenuhi partai. "Presentase (presidential treshold) di Undang-undang Pilpres berapa agar parpol bisa mengusung capres? Ini yang harus diperhatikan," ungkapnya.
"Jadi kita sering tergesa-gesa ini calon partai ini, tapi orang lupa apakah parpol memenuhi syarat minum pengajuan capres," lanjut Ganjar.
Ia menuturkan, syarat yang saat ini Undang-undangnya masih dalam perdebatan itu perlu jelas dulu disepkati untuk menjadi acuan parpol. Jika parpol bisa mengajukan capres maka akan ada mekanisme internal untuk mengusung nama, namun jika tidak maka perlu koalisi. "Jadi kita konsen dulu untuk Pemilu, termasuk Undang-undang Pilpres," ucapnya.
Sementara terkait keterpilihan Jokowi dalam hasil survei, menurutnya tak lain karena Gubernur DKI itu populer di kalangan masyarakat. "Ya karena terkenal saja, kalau besok ada lembaga survei lain yang memunculkan nama mas Jokowi lagi ya silakan nilai. Ini eranya publikasi," kata anggota komisi II DPR itu.
Ketua DPP Partai Gerindra, Desmon J Mahesa, menilai hasil survei itu tidak akan membuat Gerindra mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden. "Bagi kita Jokowi fenomenal itu kan jadi gubernur DKI didukung Gerindra juga. Tapi untuk capres tidak mengkhawatirkan," kata Ketua Desmon, Jumat (16/5).
Gerindra dalam posisi tak yakin Jokowi akan dicapreskan. Bahkan Prabowo malah sempat mengincar Jokowi menjadi cawapres Prabowo. "Kalau bicara mengkhawatirkan sebenarnya tidak ada yang mengkhawatirkan. Kita bertanya Jokowi didukung siapa?" kata Desmon.
Survei yang dilaunching oleh Media Survei Nasional (Median) yang menempatkan Jokowi sebagai capres paling potensial juga dipertanyakan. Karena nama besar seperti Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto tumbang di bawah Jokowi. Gerindra sendiri masih yakin akan memenangkan Prabowo di Pilpres 2014 mendatang.*
Susah menang kalo bu mega yg maju ,,
BalasHapus