Hubungi Kami | Tentang Kami | Disclaimer

Senin, 29 April 2013

Kasus PON Riau, 7 Anggota DPRD Keberatan Dakwaan JPU


CEKAU.COM-Tujuh anggota DPRD Riau menjalani sidang perdana kasus dugaan suap Revisi Peraturan Daerah Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012. Sidang mengagendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (4/4). Tujuh anggota dewan itu yakni Abu Bakar Siddik, Tengku Muhaza, Turechan Asyari, Zulfan Heri, Roem Zen, Adrian Ali dan Syarif Hidayat.

Dakwaan dibagi dengan dua berkas (split). Dakwaan pertama dibacakan oleh JPU M Rum dengan terdakwa Abu Bakar Siddik, Tengku Muhazza, Turechan Asyari dan Zulfan Heri. Sedangkan dakwaan kedua dibacakan JPU, Anang Suprihatna dengan terdakwa Roem Zen, Adrian Ali dan Syarif Hidayat.

Saat mendengar dakwaan, para anggota dewan tersebut terlihat kompak dan serius. Mata mereka selalu fokus pada jaksa. Sesekali, terlihat mereka memejamkan mata sambil mengangguk-angguk.

JPU, M Rum di hadapan majelis hakim yang diketuai I Ketut Suarta mengatakan, perbuatan melanggar hukum dilakukan para terdakwa pada kurun waktu Desember 2011 hingga April 2012. Diawali dari adanya rencana pemerintah untuk menambah anggaran dua venue yakni Venue Menembak dan Main Stadium PON.

Untuk perubahan itu, pada Desember 2011, dilakukan pertemuan di rumah dinas Wakil Ketua DPRD Riau, Taufan Andoso yang dihadiri Adrian Ali, Syarif Hidayat, Eka Dharma Putra, Zulkifli Rahman dan perwakilan KSO. Pertemuan itu membahas rencana pembahasan Revisi Perda. Di akhir pertemuan itu, Taufan, Adrian Ali dan Syarif meminta uang untuk pembahasan Revisi Perda.

"Terdakwa menerima menerima janji atau hadiah berupa suap Rp900 juta terkait pembahasan rencana perubahan Peraturan Daerah 05/2008 Stadion Utama dan 06/2010 Lapangan Menembak PON," kata JPU. Janji atau hadiah itu, lanjutnya, berasal dari PT Pembangunan Perumahan (PP), PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, yang mengerjakan pembangunan stadion utama dan lapangan menembak.

Bahkan pada 7 Maret 2012, dilakukan kembali pertemuan di rumah Taufan. Saat itu hadir Djohar Firdaus dan Muhammad Dunir. Mereka mengadakan pertemuan dengan Lukman Abbas, Kasiaruddin dan Ramli Walid selaku Kepala Bappeda Riau.

"Disepakati pembahasan tentang revisi. Pada saat itu Taufan memberitahu Dunir kalau untuk pembahasan dan pengesahan dua Perda, ada uang lelah sebesar Rp1,8 miliar," kata jaksa.

Untuk realiasi, anggota dewan tersebut meminta pembayaran setengahnya dari perjanjian yakni Rp900 juta. Bahkan anggota dewan itu berulang kali mempertanyakan pencairan uang tersebut. Sementara pada 27 Maret, Dunir mempertanyakan pada Eka Dharma Putra dan Zulkifli Rahman. Namun dijawab Eka yang telah divonis MA "belum siap, nggak sanggup". Mendengar itu, Dunir nyeletuk "payah nih, nggak jelas".

Pertanyaan tentang uang lelah juga disampaikan Tengku Muhazza pada Eka dan Zulkifli dan dijawab sama. "Payah nih Dispora, nggak jelas," jawab Muhazza.

Tanggal 29 Maret 2012, Dunir, Abu bakar, Muhazza, Turichan, Iwa dll berkunjung ke Venue Menembak di Rumbai, Pekanbaru. Di sana Dunir mengatakan "Kami mau sidang nih, jangan nanti ada masalah". 
Pertanyaan itu dilanjutkan Muhazza, "Anggota fraksi yang lain itu keras-keras. Kami susah mempertahankannya, jadi kalau ada itu bereslah, biar tidak ribut".

Uang lelah juga berulang kali dipertanyakan Roem Zein, Syarif Hidayat dan Adrian Ali. "Perbuatan ini bertentangan dengan jabatan terdakwa sebagai anggota DPRD Riau. Uang itu diberikan agar terdakwa melakukan atau tidak melakukan perubahan Perda tersebut dengan maksud menambah anggarannya," jelas jaksa.

Akibat perbuatannya, para terdakwa dijerat JPU dengan pasal 11 ayat 1 dan pasal 12 huruf a dan b Undang Undang (UU) No 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No.20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP junto pasal 64 ayat 1 KUHP.

Atas dakwaan itu, seluruh terdakwa menyatakan keberataan. Mereka menyatakan akan mengajukan nota keberataan yang akan dibacakan penasehat hukum pada sidang pekan depan.

KPK, kemarin juga kembali memeriksa Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono sebagai saksi untuk tersangka Gubernur Riau HM Rusli Zainal dalam kasus PON. Setelah menjalani pemeriksaan selama 1,5 jam, Agung menegaskan penyidik KPK cuma melakukan konfirmasi tentang peranan Kemenkokesra dalam rangka koordinasi terhadap masalah-masalah yang terkait dengan penyelenggaraan PON. 

"Itu menjadi tanggung jawab dan tugas saya untuk selalu lakukan koordinasi," katanya. Agung menambahkan, ada atau tidak persoalan dalam kegiatan yang terkait bidang kesejahteraan rakyat, sudah menjadi tanggungjawabnya untuk menindaklanjuti. 

Agung menyangkal dalam pemeriksaan tersebut, juga disinggung masalah penambahan anggaran PON. "Tidak disinggung. Hanya konfirmasi soal itu (koordinasi) saja. Ini untuk tersangka Rusli soal koordinasi di Kantor Kesra," kata Agung didampingi anggota Divisi Hukum Partai Golkar, Rudy Alfonso.

Namun Agung mengakui bahwa ia menyelenggarakan rapat di Kantor Menko Kesra terkait penyelenggaraan PON karena memang berada di bawah wewenangnya. "Pertemuan yang saya lakukan dengan Gubri Rusli Zainal adalah rapat koordinasi resmi. Pihak pengundang adalah saya sebagai Menko," ujarnya.*


0 komentar:

Posting Komentar

Prev Post Next Post Home