CEKAU.COM-Perjalanan dengan mengayuh sepeda fixie dari Kota Bukittinggi menuju Pekanbaru, dimulai pukul 05.00 WIB pagi itu, memang melelahkan. Tapi, gara-gara banyak gadis menyambut mereka bak orang terkenal, kelelahan itu akhirnya sirna.
Dengan semangat kebersamaan, keempat Fixier ini tetap mengedepankan bahwa alam memberikan jawaban atas hubungan manusia dengan alam. Inilah dasar mereka melintasi alam nan indah diantara tebing, bukit curam dan jurang yang dalam.
"Kami memang mencoba menyatu dengan alam tanpa polusi udara. Disini kita jadi tahu bahwa hubungan manusia dan alam memiliki jawaban yang tersirat," ujar Ochar.
Namun, mereka tetap menyiapkan berbagai persiapan, baik peralatan, bahan maupun mental. Sebelumnya, dari Pekanbaru memakai kendaraan roda empat menuju Bukittinggi, berbekalkan akomodasi, suku cadang ataupun alat pertukangan.
Tiba di Lembah Harau, yang dikenal cagar alam dengan bukit Kapur curam pada pukul 08.25 WIB. Bukit dengan ketinggian 100 sampai 150 meter itu terletak 14 km dari Payakumbuh. Disini juga ditemui lima buah air terjun yang mencurahkan air jernih. Di tempat inilah mereka langsung mencicipi air itu. "Waah.. seger.., " ucap mereka.
Perjalanan pun berlanjut sampai di Rantau Berangin disambut para Siamang. Lalu pukul 17.50 WIB tiba di jembatan PLTA Kotopanjang. Kebetulan banyak para remaja nongkrong di atas jembatan. Mereka pun disambut bak orang bule (Orang Asing).
"Kami disambut seperti orang hebat. Ha... haa.. Dan ada juga berteriak I love U, hallo bule,..," cerita Ndut, kepada Metro Riau, sembari tertawa terbahak-bahak.
Namun sayang, dalam perjalanan itu pun akhirnya Ndut dan Kiting harus mengalah di perbatasan Sumbar-Riau, di daerah Pangkalan. Kedua Fixier ini tak mampu lagi juga lantaran kondisi sepeda pun sudah oyong.
Sementara, Ochar dengan Nedi sukses mengalahkan waktu dan berhasil menciptakan tiga modal utama konsep RRF Club, pada pukul 04.45 WIB, Senin (2/1) di Panam, Pekanbaru. Takzim, Cik.*
Dengan semangat kebersamaan, keempat Fixier ini tetap mengedepankan bahwa alam memberikan jawaban atas hubungan manusia dengan alam. Inilah dasar mereka melintasi alam nan indah diantara tebing, bukit curam dan jurang yang dalam.
"Kami memang mencoba menyatu dengan alam tanpa polusi udara. Disini kita jadi tahu bahwa hubungan manusia dan alam memiliki jawaban yang tersirat," ujar Ochar.
Namun, mereka tetap menyiapkan berbagai persiapan, baik peralatan, bahan maupun mental. Sebelumnya, dari Pekanbaru memakai kendaraan roda empat menuju Bukittinggi, berbekalkan akomodasi, suku cadang ataupun alat pertukangan.
Tiba di Lembah Harau, yang dikenal cagar alam dengan bukit Kapur curam pada pukul 08.25 WIB. Bukit dengan ketinggian 100 sampai 150 meter itu terletak 14 km dari Payakumbuh. Disini juga ditemui lima buah air terjun yang mencurahkan air jernih. Di tempat inilah mereka langsung mencicipi air itu. "Waah.. seger.., " ucap mereka.
Perjalanan pun berlanjut sampai di Rantau Berangin disambut para Siamang. Lalu pukul 17.50 WIB tiba di jembatan PLTA Kotopanjang. Kebetulan banyak para remaja nongkrong di atas jembatan. Mereka pun disambut bak orang bule (Orang Asing).
"Kami disambut seperti orang hebat. Ha... haa.. Dan ada juga berteriak I love U, hallo bule,..," cerita Ndut, kepada Metro Riau, sembari tertawa terbahak-bahak.
Namun sayang, dalam perjalanan itu pun akhirnya Ndut dan Kiting harus mengalah di perbatasan Sumbar-Riau, di daerah Pangkalan. Kedua Fixier ini tak mampu lagi juga lantaran kondisi sepeda pun sudah oyong.
Sementara, Ochar dengan Nedi sukses mengalahkan waktu dan berhasil menciptakan tiga modal utama konsep RRF Club, pada pukul 04.45 WIB, Senin (2/1) di Panam, Pekanbaru. Takzim, Cik.*
0 komentar:
Posting Komentar