CEKAU.COM-Semula, dalam sejarah adat melayu Riau tempo dulu, acara petang megang adalah sebuah kebiasaan turun temurun, dilakukan menyambut bulan Suci Ramadhan. Kebiasaan ini terus dipertahankan hingga kini. Sebelumnya, acara petang megang ini dikemas berbeda-beda di setiap tempat, tapi tidak mengurangi maknanya.
Pantauan berbagai sumber cekau.com, bahwa tradisi petang megang disebut juga tradisi petang belimau, yang artinya petang (sore) dan megang (waktu diantara sore dan mangrib). Sementara belimau artinya air limau sebagai media air yang dikemas berbagai ramuan tradisional, dengan aroma khas limau purut.
Air belimau inilah digunakan untuk menyiram diri (tubuh) sebagai pembersih. Nah, kepercayaan turun temurun air limau (belimau atau berlimau) ini diyakini juga sebagai upaya orang tua-tua dahulu untuk membersihkan diri dari kotaran-kotoran, baik kotoran yang terlihat (debu yang melekat tubuh) atau pun kotoran yang tidak terlihat (dosa).
Keyakinan air belimau untuk membersihkan diri (tubuh), diakui Datuk Dalang, tetua melayu Riau, bahwa sebenarnya tradisi petang megang dengan mandi air belimau, lebih mengedepankan membuang perbuatan-perbuatan jahat, yang selama setahun penuh dengan debu dan dosa. Agar menghadapi bulan Ramadhan seseorang akan siap menjalankan ibadah. Lebih jelasnya penekanan ini dititik beratkan pada motivasi.
"Simbol-simbol yang terpatri ini terus dipertahankan, agar manusia sadar, bahwa hidup harus dilalui dengan motivasi dan kepercayaan bahwa Allah memberikan jalan terbaik dengan memberikan peluang-peluang atau kesempatan untuk beribadah," terang Datuk Dalang kepada cekau.com.
Dijelaskan Datuk, sama halnya dengan berwudhu saat salat (sholat). Tujuannya adalah membersihkan diri. Kajian untuk membersihkan diri dari debu atau kotoran yang terlihat menunjukkan motivasi diri ummat manusia.
"Makanya, air belimau yang dikemas dalam kegiatan petang megang adalah budaya turun temurun yang sudah lama dilakukan nenek moyang melayu tempo dahulu," terangnya.
Pantauan berbagai sumber cekau.com, bahwa tradisi petang megang disebut juga tradisi petang belimau, yang artinya petang (sore) dan megang (waktu diantara sore dan mangrib). Sementara belimau artinya air limau sebagai media air yang dikemas berbagai ramuan tradisional, dengan aroma khas limau purut.
Air belimau inilah digunakan untuk menyiram diri (tubuh) sebagai pembersih. Nah, kepercayaan turun temurun air limau (belimau atau berlimau) ini diyakini juga sebagai upaya orang tua-tua dahulu untuk membersihkan diri dari kotaran-kotoran, baik kotoran yang terlihat (debu yang melekat tubuh) atau pun kotoran yang tidak terlihat (dosa).
Keyakinan air belimau untuk membersihkan diri (tubuh), diakui Datuk Dalang, tetua melayu Riau, bahwa sebenarnya tradisi petang megang dengan mandi air belimau, lebih mengedepankan membuang perbuatan-perbuatan jahat, yang selama setahun penuh dengan debu dan dosa. Agar menghadapi bulan Ramadhan seseorang akan siap menjalankan ibadah. Lebih jelasnya penekanan ini dititik beratkan pada motivasi.
"Simbol-simbol yang terpatri ini terus dipertahankan, agar manusia sadar, bahwa hidup harus dilalui dengan motivasi dan kepercayaan bahwa Allah memberikan jalan terbaik dengan memberikan peluang-peluang atau kesempatan untuk beribadah," terang Datuk Dalang kepada cekau.com.
Dijelaskan Datuk, sama halnya dengan berwudhu saat salat (sholat). Tujuannya adalah membersihkan diri. Kajian untuk membersihkan diri dari debu atau kotoran yang terlihat menunjukkan motivasi diri ummat manusia.
"Makanya, air belimau yang dikemas dalam kegiatan petang megang adalah budaya turun temurun yang sudah lama dilakukan nenek moyang melayu tempo dahulu," terangnya.
Biasanya tradisi petang megang di Pekanbaru ini, tambah Datuk, dilakukan masyarakat melayu pesisir. Seperti, Kabupaten Siak, Bengkalis, Rokan Hilir, Meranti, sementara kabupaten lain, ada juga melakukan tradisi yang sama, hanya saja menggunakan nama yang berbeda, tapi tetap memiliki tujuan yang sama.
Petang Megang di Tepian Sungai Siak
Mandi dengan air belimau sebagai konsep dasar utama kegiatan petang megang adalah salah satu yang pernah dilakukan masyarakat melayu Pekanbaru. Tradisi ini saban tahun ini secara serempak dilakukan oleh warga sekampung di kawasan Tanjung Rhu.
Inilah disebut Petang Megang, artinya mandi belimau, atau mandi dengan air limau dilakukan menyambut bulan suci Ramadhan oleh masyarakat Pekanbaru yang tinggal di Tanjung Rhu, sebagai kampung lama (pertama berdiri).
Masyarakat yang tinggal di Tanjung Rhu ini berasal dari orang Melayu yang berada di berbagai kabupaten di Provinsi Riau. Masyarakat ini merantau hingga menetap dan beranak-pinak di daerah Tanjung Rhu dan Kampung Dalam.
Sehingga acara petang megang ini masih dipertahankan warga di daeah Tanjung Rhu. Saban tahun kegiatan ini dilakukan di Sungai Siak. Nah, karena sungai sudah berubah warna, akibat eksploitasi dan perambahan hutan, pembangunan industri hulu pabrik perkebunan sawit, otomatis sungai Siak semakin tercemar.
Maka, konsep mandi belimau pada acara petang megang berubah haluan menjadi tradisi yang dilakukan warga di rumah-rumah. Perubahan konsep ini akhirnya semakin lama, semakin hilang. Belum lagi, adat budaya ini sudah mulai dilupakan setelah empat generasi keturunan orang melayu di wilayah pesisir.
Adanya perkawinan silang antara suku lain, tentunya ini memicu punahnya tradisi petang megang ini. Seperti seorang lelaki melayu menikahi perempuan dari suku lain, membuat tradisi petang megang mulai punah. Tetapi, jika perempuan asli melayu tentunya ini tetap dilakukan kepada suaminya yang berasal dari luar melayu.
Hilangnya tradisi ini membuat perubahan-perubahan acara petang megang yang selama ini dilakukan di tepian sungai Siak, kini hanya bisa ditemui di setiap rumah-rumah orang melayu.
Petang Megang di Jalan Tanjung Batu
Sejak adanya perubahan waktu dan perkembangan adat budaya masyarakat pesisir, tradisi petang megang yang serempak dilakukan di tepian sungai semakin menurun. Adanya kualitas air sungai menurun, membuat masyarakat melayu membuat acara di rumah masing-masing.
Dari dasar itu, maka muncullah ide untuk membuat acara petang megang kembali di tepian Sungai Siak. Ide sederhana ini disambut baik masyarakat melayu yang bermukim di pesisir Jalan Tanjung Batu, Tanjung Medang, Jalan Sudirman bawah, Jalan Tanjung Datuk, Jalan Tanjung Uban, dan Jalan Sultan Syarif Qasim bawah serta Jalan Sumbersari. Kawasan ini disebut sebagai wilayah Tanjung Rhu.
Adanya acara petang megang di Jalan Tanjung Batu ini, diakui penggagas kegiatan petang megang di Pekanbaru, Anas Aismana kepada cekau.com di Pekanbaru. Acara pertama kali dimulai sejak 1993 ini terus dipertahankan hingga tahun 2000. Acara hasil swadaya masyarakat itu, kini dibantu Pemerintah Kota Pekanbaru hingga sekarang. Nah, setelah tahun 2000, maka kegiatan ini beralih ke Jembatan Siak I.
"Agenda petang megang sekarang menjadi ikon pariwisata Kota Pekanbaru. Dengan konsep sederhana dikemas dengan menyambut bulan suci Ramadan,” aku Anas Aismana, yang juga budayawan Riau kepada cekau.com.
Hajatan itu pun banyak dihadiri seluruh pejabat instansi Pemerintah Kota Pekanbaru, tokoh masyarakat, budayawan, tokoh adat, ulama, warga, serta para wisatawan lokal dan luar negeri. Bahkan dalam acara petang megang tersebut, warga pun tumpah-ruah untuk mengikuti acara ini.
Dalam acara itu, para pejabat, tokoh masyarakat dan warga juga mengenakan busana melayu sebagai bentuk pelestarian tradisi Melayu. Disisipi dengan tradisi lagu melayu dan tari persembahan. Acara pun semakin ramai dan meriah.
Petang Megang Riau dengan Konsep Baru
Dari latar belakang kepunahan itulah, acara petang megang di Pekanbaru, Provinsi Riau terus dipertahankan, agar tidak semakin punah dan lesap oleh generasi akan datang. Acara petang megang ini tetap dikemas sederhana dan tidak mengurangi arti dan tujuannya.
Konsep ini dinilai baik dan disambut Pemerintah Provinsi Riau dan kabupaten/kota se-Riau. Nah, tradisi petang megang di Pekanbaru, kini dilakukan di bawah Jembatan Siak I (Leighton-nama kontraktor yang membangun jembatan ini diresmikan tahun 1976) di Jalan Meranti Pekanbaru.
Karena sudah dilakukan selama lima tahun berturut-turut, maka agenda acara Petang megang Pekanbaru ini kini menjadi ikon (icon) pariwisata Pekanbaru. Tersemat dalam kelender pariwisata Pekanbaru.
Sebelum acara puncak petang megang di Pekanbaru dilakukan, konsep acara ini juga mengemas paket lain, yang dimulai pukul 14.00 Wib. Para jemputan tokoh masyarakat, tokoh adat, ulama dan warga. Mereka bersama-sama berjalan kaki dari Masjid Raya 'Nur Alam' Pekanbaru, menuju makam para tokoh pendiri Kota Pekanbaru berjarak 15 meter, persisnya berada di samping mesjid raya.
Usai berziarah dimakam raja-raja Siak itu, mereka pun menuju tempat pemakaman umum (TPU) Senapelan, berjarak lebih kurang 400 meter. Di pemakaman umum ini terkubur para tokoh pendiri Pekanbaru, pejuang dan tokoh budaya, ulama dan warga asli Melayu Pekanbaru.
Salah satu ziarah pada makam tokoh agama almarhum Buya Abdullah Hasan, makam para pejuang, serta almarhum budayawan Edi Ruslan P Amanriza, dan beberapa makam tokoh pendidik dan seniman Riau, Husni Thamrin.
Usai berziarah, mereka kembali ke mesjid raya Pekanbaru untuk menunaikan salat Ashar berjemaah untuk berjalan sejauh 400 meter. Setelah itu para pejabat dan rombongan berarak berjalan menuju arah Jembatan Siak I, ke sungai Siak Pekanbaru untuk membuka acara petang megang.
Setibanya di tepian Sungai Siak, dilanjutkan dengan prosesi mandi belimau secara simbolis kepada 10 anak berusia kecil dan remaja untuk dimandikan oleh Walikota Pekanbaru bahkan juga Gubernur Riau.
Tidak sampai disitu, serangkaian acara hiburan lainnya yang menyemarakkan Petang Megang ini yakni diadakannya lomba menangkap itik di Sungai Siak. Serangkaian acara hiburan lainnya dikemas sebagai hiburan rakyat melayu Riau.
Nah, konsep baru acara petang megang ini diharapkan semua pihak, semoga masyarakat Melayu dapat mempertahankan adat melayu turun-temurun ini berkembang dan diketahui hingga ke anak cucu.*
Petang Megang di Tepian Sungai Siak
Mandi dengan air belimau sebagai konsep dasar utama kegiatan petang megang adalah salah satu yang pernah dilakukan masyarakat melayu Pekanbaru. Tradisi ini saban tahun ini secara serempak dilakukan oleh warga sekampung di kawasan Tanjung Rhu.
Inilah disebut Petang Megang, artinya mandi belimau, atau mandi dengan air limau dilakukan menyambut bulan suci Ramadhan oleh masyarakat Pekanbaru yang tinggal di Tanjung Rhu, sebagai kampung lama (pertama berdiri).
Masyarakat yang tinggal di Tanjung Rhu ini berasal dari orang Melayu yang berada di berbagai kabupaten di Provinsi Riau. Masyarakat ini merantau hingga menetap dan beranak-pinak di daerah Tanjung Rhu dan Kampung Dalam.
Sehingga acara petang megang ini masih dipertahankan warga di daeah Tanjung Rhu. Saban tahun kegiatan ini dilakukan di Sungai Siak. Nah, karena sungai sudah berubah warna, akibat eksploitasi dan perambahan hutan, pembangunan industri hulu pabrik perkebunan sawit, otomatis sungai Siak semakin tercemar.
Maka, konsep mandi belimau pada acara petang megang berubah haluan menjadi tradisi yang dilakukan warga di rumah-rumah. Perubahan konsep ini akhirnya semakin lama, semakin hilang. Belum lagi, adat budaya ini sudah mulai dilupakan setelah empat generasi keturunan orang melayu di wilayah pesisir.
Adanya perkawinan silang antara suku lain, tentunya ini memicu punahnya tradisi petang megang ini. Seperti seorang lelaki melayu menikahi perempuan dari suku lain, membuat tradisi petang megang mulai punah. Tetapi, jika perempuan asli melayu tentunya ini tetap dilakukan kepada suaminya yang berasal dari luar melayu.
Hilangnya tradisi ini membuat perubahan-perubahan acara petang megang yang selama ini dilakukan di tepian sungai Siak, kini hanya bisa ditemui di setiap rumah-rumah orang melayu.
Petang Megang di Jalan Tanjung Batu
Sejak adanya perubahan waktu dan perkembangan adat budaya masyarakat pesisir, tradisi petang megang yang serempak dilakukan di tepian sungai semakin menurun. Adanya kualitas air sungai menurun, membuat masyarakat melayu membuat acara di rumah masing-masing.
Dari dasar itu, maka muncullah ide untuk membuat acara petang megang kembali di tepian Sungai Siak. Ide sederhana ini disambut baik masyarakat melayu yang bermukim di pesisir Jalan Tanjung Batu, Tanjung Medang, Jalan Sudirman bawah, Jalan Tanjung Datuk, Jalan Tanjung Uban, dan Jalan Sultan Syarif Qasim bawah serta Jalan Sumbersari. Kawasan ini disebut sebagai wilayah Tanjung Rhu.
Adanya acara petang megang di Jalan Tanjung Batu ini, diakui penggagas kegiatan petang megang di Pekanbaru, Anas Aismana kepada cekau.com di Pekanbaru. Acara pertama kali dimulai sejak 1993 ini terus dipertahankan hingga tahun 2000. Acara hasil swadaya masyarakat itu, kini dibantu Pemerintah Kota Pekanbaru hingga sekarang. Nah, setelah tahun 2000, maka kegiatan ini beralih ke Jembatan Siak I.
"Agenda petang megang sekarang menjadi ikon pariwisata Kota Pekanbaru. Dengan konsep sederhana dikemas dengan menyambut bulan suci Ramadan,” aku Anas Aismana, yang juga budayawan Riau kepada cekau.com.
Hajatan itu pun banyak dihadiri seluruh pejabat instansi Pemerintah Kota Pekanbaru, tokoh masyarakat, budayawan, tokoh adat, ulama, warga, serta para wisatawan lokal dan luar negeri. Bahkan dalam acara petang megang tersebut, warga pun tumpah-ruah untuk mengikuti acara ini.
Dalam acara itu, para pejabat, tokoh masyarakat dan warga juga mengenakan busana melayu sebagai bentuk pelestarian tradisi Melayu. Disisipi dengan tradisi lagu melayu dan tari persembahan. Acara pun semakin ramai dan meriah.
Petang Megang Riau dengan Konsep Baru
Dari latar belakang kepunahan itulah, acara petang megang di Pekanbaru, Provinsi Riau terus dipertahankan, agar tidak semakin punah dan lesap oleh generasi akan datang. Acara petang megang ini tetap dikemas sederhana dan tidak mengurangi arti dan tujuannya.
Konsep ini dinilai baik dan disambut Pemerintah Provinsi Riau dan kabupaten/kota se-Riau. Nah, tradisi petang megang di Pekanbaru, kini dilakukan di bawah Jembatan Siak I (Leighton-nama kontraktor yang membangun jembatan ini diresmikan tahun 1976) di Jalan Meranti Pekanbaru.
Karena sudah dilakukan selama lima tahun berturut-turut, maka agenda acara Petang megang Pekanbaru ini kini menjadi ikon (icon) pariwisata Pekanbaru. Tersemat dalam kelender pariwisata Pekanbaru.
Sebelum acara puncak petang megang di Pekanbaru dilakukan, konsep acara ini juga mengemas paket lain, yang dimulai pukul 14.00 Wib. Para jemputan tokoh masyarakat, tokoh adat, ulama dan warga. Mereka bersama-sama berjalan kaki dari Masjid Raya 'Nur Alam' Pekanbaru, menuju makam para tokoh pendiri Kota Pekanbaru berjarak 15 meter, persisnya berada di samping mesjid raya.
Usai berziarah dimakam raja-raja Siak itu, mereka pun menuju tempat pemakaman umum (TPU) Senapelan, berjarak lebih kurang 400 meter. Di pemakaman umum ini terkubur para tokoh pendiri Pekanbaru, pejuang dan tokoh budaya, ulama dan warga asli Melayu Pekanbaru.
Salah satu ziarah pada makam tokoh agama almarhum Buya Abdullah Hasan, makam para pejuang, serta almarhum budayawan Edi Ruslan P Amanriza, dan beberapa makam tokoh pendidik dan seniman Riau, Husni Thamrin.
Usai berziarah, mereka kembali ke mesjid raya Pekanbaru untuk menunaikan salat Ashar berjemaah untuk berjalan sejauh 400 meter. Setelah itu para pejabat dan rombongan berarak berjalan menuju arah Jembatan Siak I, ke sungai Siak Pekanbaru untuk membuka acara petang megang.
Setibanya di tepian Sungai Siak, dilanjutkan dengan prosesi mandi belimau secara simbolis kepada 10 anak berusia kecil dan remaja untuk dimandikan oleh Walikota Pekanbaru bahkan juga Gubernur Riau.
Tidak sampai disitu, serangkaian acara hiburan lainnya yang menyemarakkan Petang Megang ini yakni diadakannya lomba menangkap itik di Sungai Siak. Serangkaian acara hiburan lainnya dikemas sebagai hiburan rakyat melayu Riau.
Nah, konsep baru acara petang megang ini diharapkan semua pihak, semoga masyarakat Melayu dapat mempertahankan adat melayu turun-temurun ini berkembang dan diketahui hingga ke anak cucu.*
0 komentar:
Posting Komentar